Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Aneka Paradoks dalam Hari Pers Nasional 2018

Kompas.com - 12/02/2018, 05:46 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

HARI Pers Nasional (HPN), yang tak semua insan pers Indonesia sepakat Keputusan Presiden RI No. 5/1985 tentang HPN tiap 9 Februari, jelas janganlah sekadar seremoni prosesi berganti provinsi tiap tahunnya.

Ada sejumlah posisi paradoks tajam kekinian di antara pelbagai progresivitasnya, sehingga beragam kontras menyembul--terutama dalam era tsunami informasi sekarang-- adalah bahan retropeksi untuk bahan solusi bersama.

Pertama, wajah sebagian besar media massa hari ini kian memperlihatkan watak dan preferensi karakternya yang partisan.

Tak sekadar partisan, beberapa sudah "terjerumus" dalam pola cinta berlebih dan benci akut (hater and lover) yang kian menyeruak pasca-Pemilu Presiden 2014.

Sekalipun sudah ditulis sejak lama, tepatnya tahun 1984, profesor jurnalistik di Indiana University, Amerika Serikat, J Herbet Altschull, kiranya masih tetap memiliki pemikiran relevan terkait media massa dan jurnalisme Indonesia kontemporer.

Dalam Agent of Power, Herbet menulis premis pada tahun itu, nyaris 35 tahun silam, bahwa konten media sebenarnya selalu memperlihatkan kepentingan pemilik modalnya (the content of the media always reflect the interest of those who finance them).

Kalakian, hari ini ketika peradaban masyarakat harusnya kian berderap maju, pemikiran tersebut bukan sekedar relevan --terutama jika kita melihat praktik penyiaran televisi free to air yang dimiliki pengusaha dan politisi sejak Pilpres 2014.

Bangsa Indonesia umumnya dan masyarakat Jawa Barat khususnya malah menjadi korban konten partisan yang menyokong haluan politik sang empunya. Sekaligus masyarakat pun dijauhkan dari hak ideal memperoleh informasi produk jurnalistik yang baik dan benar.

Kita kemudian jadi kangen, rindu teramat betapa tajamnya jurnalistik free to air television dalam menyuarakan aspirasi rakyat.

Ini bukan angan-angan karena mengacu literatur, seperti "Media dan Kekuasaan" (Ishadi SK: 2014), motor utama penumbang Orde Baru salah satunya adalah siaran televisi gratisan tersebut.

Faktanya, masyarakat Indonesia berkat diseminasi informasi tadi malah terperangkap terpaan pesan komunikasi massa nuansa hater and lover, yang selain terus memecah-belah, juga sulit memberikan ruang bersama sebagai sebuah layanan utama media massa.

Kedua, tren global, regional, dan kini masif terjadi ke Indonesia atas peralihan membaca media massa konvensional, sungguh tak serta-merta meningkatkan sirkulasi ekonomi pada media baru berbasis digital (new media).

Saat, misalnya, oplah dan tiras media cetak terus menukik, para praktisi media tak pernah surut harap karena di saat bersamaan, terjadi perpindahan habitual pembaca dari koran/tabloid/majalah ke kanal digital.

Jadilah, berbondong-bondonglah media massa melahirkan platform digitalnya guna mengakomodasi perubahan perilaku tersebut.

Tentu, semuanya pede, dengan sendirinya akan terjadi perpindahan bisnis media itu sendiri. Kenyataannya? Tidak!

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com