Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK soal Verifikasi Faktual, KPU Konsultasikan Dua Opsi ke DPR

Kompas.com - 12/01/2018, 18:34 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Pemilihan Umum RI (KPU) mengagendakan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna membahas tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi sejumlah pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menuturkan, setidaknya ada dua opsi yang akan diusulkan KPU dalam rapat konsultasi tersebut.

Pertama, yakni revisi pasal-pasal dalam UU Pemilu yang terdampak putusan MK.

“Bisa revisi UU kalau pemerintah dan DPR bersedia. Itu jalan yang paling mulus tidak mengalami gejolak,” kata Pramono kepada wartawan di Gedung KPU Pusat, Jakarta, Jumat (12/1/2018).

Satu pasal yang mungkin akan direvisi yaitu Pasal 178 (2), yang isinya memerintahkan KPU untuk menetapkan partai politik peserta pemilu 14 bulan sebelum pemungutan suara.

Akibat putusan MK terkait uji materi Pasal 173, KPU mendapat tambahan beban harus memverifikasi faktual parpol yang pernah menjadi peserta pemilu 2014.

(Baca juga: KPU Kaji Putusan MK soal Verifikasi Faktual Parpol Peserta Pemilu)

Padahal, saat ini tahapan pendaftaran dan verifikasi faktual sudah mepet tenggat waktu.

Berdasarkan Pasal 178 (2), KPU harus mengumumkan parpol peserta pemilu pada 17 Februari mendatang.

“Kalau bagi kami tidak ada hal lain yang mendesak untuk direvisi. Jadi hanya aspek ini (pasal ini) saja,” kata Pramono.

Selain revisi Undang-undang Pemilu, KPU juga menawarkan opsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu).

Menurut Pramono, ini adalah jalan pintas di tengah kondisi genting dan mendesak.

“Tinggal seberapa jauh inisiatif Presiden untuk mengakomodasi keinginan kita, karena memang akan kita suarakan ke Presiden. Dan seberapa jauh Presiden melihat ini kegentingan yang memaksa, mendesak,” ucap Pramono.

(Baca juga: Ketum Hanura Kecewa atas Putusan MK soal Verifikasi Faktual Parpol)

Dia menambahkan, bagi KPU, putusan MK menciptakan kondisi yang genting dan mendesak bagi penyelenggaran pemilu legislatif dan presiden 2019.

Pramono mengatakan, tidak mungkin bagi KPU menjalankan tahapan-tahapan secara normal dalam waktu sebulan hingga 17 Februari.

“Kalaupun waktu yang diberikan ke KPU diperpendek, tetapi kan waktu yang diberikan ke parpol harus sama. Sehingga, hitungan satu bulan itu juga tidak mungkin dilaksanakan,” tandasnya.

Sementara itu saat dikonfirmasi mengenai hal ini, baik Ketua Komisi II Zainudin Amali maupun Wakil Ketua Komisi II Lukman Edy tidak memberikan respons.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com