Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurang Anggaran untuk Tangani Perkara, Polri Ingin Seperti KPK

Kompas.com - 03/01/2018, 14:34 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan, salah satu penyebab penanganan perkara tidak maksimal karena anggaran Polri terbatas.

Ia menganggap, anggaran Polri, khususnya di bidang reserse dalam setahun tidak cukup karena penanganan masing-masing kasus berbeda.

Ada yang memiliki biaya kecil, ada juga yang butuh anggaran ekstra karena cukup sulit.

Tito lantas membandingkan penganggaran di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menggunakan sistem at cost atau biaya yang dikeluarkan sesuai dengan bukti pengeluaran yang sah.

"Kalau di KPK menggunakan sistem at cost, sementara Polri indeks. Tidak akan mungkin maksimal bekerja," ujar Tito di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/1/2018).

Dengan sistem anggaran indeks, Polri membagi penanganan perkara dalam empat kategori, yakni kasus sangat sulit, sulit, sedang, dan ringan.

Namun, anggaran yang dikeluarkan untuk kasus tertentu tidak bisa diprediksi, malah bisa melampaui yang diperkirakan.

Misalnya, kata Tito, kasus penghinaan yang tergolong kasus ringan, anggaran normalnya sekitar Rp 7 juta.

Namun, dalam beberapa kasus, penyidik harus mendatangi saksi dari luar kota sehingga butuh biaya ekstra.

"Jadi kalau ada istilah nanti kehilangan ayam, lapor. Polisi jadi kehilangan kambing, kadang kehilangan sapi," kata Tito.

Tito mengatakan, di Amerika, FBI diberi kartu kredit sehingga berapapun biayanya akan terpenuhi asal ada peetanggungjawabannya.

Berapa pun biaya yang diperlukan, akan dipenuhi negara.

Hal tersebut, kata Tito, sama dengan yang dialami KPK saat ini.

Penyidiknya bisa menelusuri suatu perkara hingga ke luar negeri tanpa perlu khawatir dengan anggaran.

"Kita, kasus penghinaan ada saksi di luar negeri, (yang semestinya) indeksnya ringan. Begitu berangkat ke sana Rp 150 juta. Dari mana (anggarannya)?" kata Tito.

Halaman:


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com