Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelompok LGBT Tak Bisa Dipidana atas Perbedaan Orientasi Seksualnya

Kompas.com - 19/12/2017, 10:31 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak permohonan uji materi tiga pasal terkait kejahatan kesusilaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  menuai reaksi beragam dari masyarakat, terutama terkait gugatan terhadap Pasal 292.

Tuduhan melegalkan zina dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transjender) yang disebabkan ketidakpahaman atas putusan MK itu beredar di media sosial.

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memberikan penjelasan bahwa majelis hakim tidak memiliki kewenangan untuk membentuk norma hukum pidana baru.

Dalam konteks permohonan uji materi Pasal 292 KUHP dalam perkara nomor 46/PUU-XIV/2016 yang diajukan oleh seorang pegawai negeri sipil, Euis Sunarti bersama sejumlah pihak, pemohon meminta dihapuskannya frasa "belum dewasa".

(Baca juga: Menteri Agama Imbau Kelompok LGBT Dirangkul dan Tak Dijauhi)

Oleh karena itu, semua perbuatan seksual sesama jenis dapat dipidana. Selain itu, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik masih belum dewasa maupun sudah dewasa.

Lantas, apakah seseorang bisa dipidana atas perbedaan orientasi seksual yang dinilai tak sesuai dengan norma kesusilaan dan agama di masyarakat?

Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menuturkan bahwa orientasi seksual seseorang tidak bisa dipidana.

Menurut Isnur, orientasi seksual merupakan ranah privat yang tak bisa dibatasi maupun diintervensi oleh negara.

"Orientasi seksual seseorang tidak bisa menjadi dasar orang itu dipidana. Itu kebebasan masing-masing orang. Mau dibatasi seperti apa," ujar Isnur saat dihubungi, Senin (18/12/2017).

Baca juga: (Penjelasan MK soal Tuduhan Putusan yang Melegalkan Zina dan LGBT)

Isnur menegaskan, orientasi seksual seseorang itu merupakan bagian dari hak asasi.

Di sisi lain, kecenderungan negara-negara lain juga menghormati hak atas kelompok LGBT dan negara tidak masuk ke wilayah privat seperti itu.

 

Jadi Ancaman

Ia berpendapat, negara diperbolehkan membatasi hak seseorang apabila hak itu menimbulkan ancaman terhadap orang lain.

"Sekarang, apakah orientasi seksual yang berbeda itu mengancam orang lain. Kalau kejahatan narkotika jelas, meski dikonsumsi secara pribadi, jaringan peredarannya membahayakan semua orang. Hubungan privat seseorang dengan orang lain saya kira tidak menimbulkan ancaman bagi orang banyak," kata Isnur.

Meski banyak kelompok menilai orientasi seksual menyimpang tidak sesuai dengan nilai atau norma agama yang hidup di masyarakat, Isnur memandang hal itu tidak perlu dikategorikan sebagai tindak pidana.

"Kalau misalnya dilihat dari aspek norma agama, hanya Tuhan yang berhak mengadili, bukan manusia. Seseorang bisa saja tidak setuju atas kelompok tertentu berdasarkan nilai-nilai agama yang diyakininya, tetapi Anda tidak bisa memaksa negara untuk menghukum, itu tidak bisa," tuturnya.

(Baca juga: Mahfud MD: Yang Kurang Paham Menuduh MK Perbolehkan Zina dan LGBT

 

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute For Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono menjelaskan, harus disadari bahwa Pasal 292 dibuat khusus untuk memproteksi anak dari kejahatan pencabulan.

Jika pasal itu diperluas sesuai permohonan pemohon uji materi, pasal tersebut bisa menyasar kelompok LGBT. Namun, lanjut Supriyadi, apakah perbuatan cabul yang dilakukan orang dewasa sejenis itu menimbulkan korban?

"Ketika frasa itu dihilangkan, berarti asumsinya pertama ada korban atau tidak? Kalau hilang, maka pasal itu bisa menyasar pada kelompok LGBT. Sementara dalam konteks hubungan sejenis, kan, tidak ada korban. Itu sama dengan zina suka sama suka. Dalam konteks pencabulan itu harus ada korbannya. Ada pelaku dan ada korban," ujar Supriyadi.

Menurut Supriyadi, sulit untuk mendesak pembuat undang-undang atau legislatif untuk merumuskan homoseksualitas sebagai tindak pidana.

Sebab, ia memandang yang dipersoalkan selama ini adalah kelompok LGBT-nya, bukan orientasi seksual yang dianggap menyimpang.

"Negara mana pun sangat sulit untuk membuat rumusan LGBT dipidana, itu tidak mudah. Yang dipersoalkan itu kelompok LGBT-nya atau perilaku seksual yang menyimpang, sebab kalau bicara perilaku menyimpang tidak hanya terdapat di kelompok LGBT," tutur Supriyadi.

"Kelompok heteroseksual pun punya kecenderungan seks yang menyimpang. Ini yang nanti akan membingungkan. Yang dipidana seharusnya perbuatan cabulnya, bukan orientasi seksualnya," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

UKT Meroket padahal APBN Pendidikan Rp 665 T, Anggota Komisi X DPR: Agak Aneh...

Nasional
Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Dewas KPK Akan Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Pekan Depan

Nasional
Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Tidak Salah kalau Menduga Terkait Bagi-bagi Jabatan, jika...

Nasional
Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Pembangunan Tol MBZ yang Dikorupsi Menyimpan Persoalan, Beton di Bawah Standar, dan Lelang Sudah Diatur

Nasional
Kasus 'Ilegal Fishing' 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Kasus "Ilegal Fishing" 91.246 Ekor Benih Lobster di Jabar Rugikan Negara Rp 19,2 M

Nasional
Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Menlu Retno: Ada Upaya Sistematis untuk Terus Hambat Bantuan Kemanusiaan ke Gaza

Nasional
Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Pemprov Sumbar Diminta Bangun Sistem Peringatan Dini Banjir Bandang di Permukiman Sekitar Gunung Marapi

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Kunjungi Kebun Raya Bogor

Nasional
BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

BNPB: 20 Korban Hilang akibat Banjir Lahar di Sumbar Masih dalam Pencarian

Nasional
Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Jokowi Ajak Gubernur Jenderal Australia Tanam Pohon di Bogor

Nasional
Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Pernyataan Kemendikbud soal Pendidikan Tinggi Sifatnya Tersier Dinilai Tak Jawab Persoalan UKT Mahal

Nasional
PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

PKS Usul Proporsional Tertutup Dipertimbangkan Diterapkan Lagi dalam Pemilu

Nasional
Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Jokowi Terima Kunjungan Kenegaraan Gubernur Jenderal Australia David Hurley

Nasional
Polri Tangkap 3 Tersangka 'Ilegal Fishing' Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Polri Tangkap 3 Tersangka "Ilegal Fishing" Penyelundupan 91.246 Benih Bening Lobster

Nasional
PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

PDI-P Anggap Pernyataan KPU soal Caleg Terpilih Maju Pilkada Harus Mundur Membingungkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com