JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang menyatakan diri peduli terhadap keterwakilan perempuan dalam pemilu, harus bekerja ekstra keras. Pasalnya, peserta perempuan yang mengikuti rekrutmen terbuka bakal calon anggota legislatif PSI hanya 69 orang atau sekitar enam persen dari total jumlah pendaftar yang sebanyak 1.155 orang.
Minimnya minat perempuan dalam mengikuti seleksi terbuka bakal caleg PSI ini pun menjadi perhatian panelis independen, Marie Elka Pangestu.
"Kami masih perlu calon perempuan. Ini masih sangat kurang. Kita ingin minimal sepertiga. Kalau bisa 50 persen Alhamdulillah. Tapi sepertiganya sudah bagus," kata mantan Menteri Pariwisata itu di Kantor DPP PSI, Jakarta, Sabtu (16/12/2017).
Bagi Marie, rekrutmen terbuka bakal caleg seperti yang dilakukan oleh PSI ini sangat baik dan berdampak positif. Sebab, bakal caleg yang dihasilkan sangat bervariasi baik dari segi jenis kelamin, profesi, latar belakang, suku, daerah, dan usia.
Baca juga : Kriteria Caleg PSI, Anti-Korupsi dan Anti-Intoleransi
"Ini merupakan warna Indonesia yang kita harapkan. PSI adalah warna Indonesia, dan tentu masih banyak PR yang harus dikerjakan," ujar Marie.
Senada dengan Marie, panelis independen lain yakni Neng Dara Affiah mengatakan, dengan dilakukan secara terbuka maka proses seleksi bakal caleg berjalan secara objektif dan independen.
"Kami lakukan (proses seleksi) dengan benar. Oleh karena itu, keragaman dari partainya anak muda itu memang kami harapkan," kata mantan Komisioner Komnas Perempuan itu.
Mengenai minimnya animo perempuan dalam mengikuti rekrutmen terbuka ini, Sekretaris Jenderal PSI Raja Juli Antoni mengakui hal tersebut memang menjadi tantangan utama.
"Partisipasi perempuan di politik masih sangat rendah. Kami akan menjemput bola, mengajak perempuan Indonesia untuk berpartisipasi dalam politik," kata dia.
Baca juga : Giring Ganesha Bersyukur Lolos Tes Wawancara Bakal Caleg PSI
Partisipasi yang dia maksud bukan hanya secara pasif atau memberikan suara pada saat pemilu. Lebih dari itu, Antoni menuturkan partainya ingin agar lebih banyak perempuan ikut menjadi perumus kebijakan.
Menurut Antoni, hambatan terbesar keterwakilan perempuan dalam politik yaitu adanya anggapan bahwa politik adalah dunianya laki-laki, yang sangat maskulin, keras, kasar, penuh teror dan intimidasi.
"Sehingga ada semacam segregasi gender (bahwa) politik adalah wilayah laki-laki," ucap Antoni.
"Maka kami berharap, kalau kita ingin melihat politik yang lebih damai, negosiasi lebih santun, jauh dari intimidasi, saya kira lebih banyak perempuan," lanjutnya.
Di kepengurusan pusat PSI sendiri, jumlah pengurus perempuan sudah di atas 40 persen. PSI menargetkan, caleg perempuan PSI bisa memenuhi minimal afirmatif 30 persen hingga level kabupaten/kota.
"Jadi slot perempuan masih sangat banyak. Kami akan audiensi, mengunjungi ormas-ormas Islam, Muslimat NU, Fatayat, Aisyiyah, Komnas Perempuan, dan sebagainya. Serta membuat iklan yang bisa mendorong minat perempuan," kata Antoni.