Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Perangkap Pasca-demokrasi

Kompas.com - 13/12/2017, 08:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Demokrasi pada akhirnya diperlakukan sebagai seremoni secara bersama-sama (massive), bak pesta kemerdekaan tujuh belasan yang hanya sekali setahun, misalnya. Dengan kata lain, tatanan demokrasi pelan-pelan dijangkiti budaya patrimonialistik.

Menurut Francis Fukuyama dalam bukunya Political Order and Political Decay: from Industrial Revolution to the Globalization of Democracy (2014), terdapat penyakit akut terkait dengan pembangunan politik di banyak negara yang sedang membangun (developing countries).

Permasalahannya terletak pada peran negara yang lemah dan cenderung tak efektif. Para elite penguasa lebih lihai menampilkan kekuasaan despotik, suatu kemampuan untuk melakukan tekanan kepada pihak lawan seperti jurnalis, politisi oposan, dan kelompok-kelompok pesaing.

Akan tetapi, mereka tidak memiliki kekuatan dalam aspek kekuasaan infrastruktural, yaitu kemampuan untuk menghadirkan penguatan hukum yang adil dan penyediaan barang-barang publik seperti keselamatan, kesehatan, dan pendidikan.

Kondisi yang demikian jamak dengan irama postdemocracy besutan Colin Crouch. Begini jabaran beliau, "a post-democratic society is one that continues to have and to use all the institutions of democracy, but in which they increasingly become a formal shell. The energy and innovative drive pass away from the democratic arena and into small circles of a politico-economic elite."

Perkembangannya secara teknis-empiris, terutama untuk Indonesia, demokrasi menjadi semacam standar minimal saja.

Sementara itu, di sisi lain dinasti politik, pelibatan sanak famili ke dalam panggung politik, maraknya politik balas budi, politik harga pertemanan, justru tetap mekar semringah di mana pada akhirnya kerentanan terhadap korupsi, kolusi, dan nepotisme juga kian terpupuk dan meningkat.

Dengan kata lain, demokrasi diperlakukan semata sebagai instrumen teknis yang tidak terkait dengan tujuan yang lebih tinggi, seperti pemerataan kemakmuran dan kesejahteraan, keadilan sosial, dan perhargaan kepada kemanusiaan serta hak-hak sosial ekonomi yang melekat.

Saya kira, kita memang perlu melakukan refleksi mendalam tentang sikap kita terhadap demokrasi yang sedang kita nikmati saat ini.

Kelengahan publik, terutama dari kalangan intelektul dan masyarakat sipil, bisa saja secara tak sadar memarkir demokrasi Indonesia di tempat yang tidak semestinya.

Bukan hanya itu, segmentasi konflik yang kian captive tanpa manajemen perbedaan yang mumpuni akibat kontestasi-kontestasi yang kurang sehat juga bisa membawa kita kepada demokrasi dengan ruang interpretasi yang sangat sempit, yaitu demokrasi versi masing-masing, demokrasi yang sejalan dengan keberlanjutan kepentingan dan kebahagiaan sendiri-sendiri. Dan, kemudian dijadikan bahan racikan oleh aktor-aktor elite untuk terbebas dari tugas mulia mereka sebagai petinggi-petinggi negeri. Semoga tak demikian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

PKS Siap Gabung, Gerindra Tegaskan Prabowo Selalu Buka Pintu

Nasional
PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

PKB Jaring Bakal Calon Kepala Daerah untuk Pilkada 2024, Salah Satunya Edy Rahmayadi

Nasional
Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com