JAKARTA, KOMPAS.com – Elektabilitas Partai Golkar jeblok dan dikalahkan oleh Partai Gerindra. Begitu hasil survei nasional Poltracking Indonesia terkait peta elektoral 2019.
Menanggapi hal itu, Wakil Presiden sekaligus tokoh senior Golkar, Jusuf Kalla menilai, jebloknya elektabilitas Partai Golkar disebabkan oleh Setya Novanto effect.
“Karena setiap hari anda (wartawan) siarkan (Setya Novanto) ditangkap, di-apa segala macam. Otomatis itu image-nya negatif,” ujarnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (28/11/2017).
(Baca juga : JK Nilai Airlangga Hartarto Paling Ideal Pimpin Golkar)
“Itu tercermin dari tingkat survei (Partai Golkar) yang menurun. Nah caranya ya pimpinannya harus bersih,” sambung mantan Ketua Umum Golkar periode 2004-2009 itu.
Kriteria bersih menurut Kalla yaitu tokoh Golkar yang tidak memiliki persoalan hukum. Dari beberapa nama calon Ketua Umum Golkar, pilihan Kalla mengerucut kepada Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
Selama ini tutur dia, Airlangga tidak pernah berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, arau lembaga hukum lainnya. Hal itu dinilai cukup merepresentasikan sosok yang bersih.
Hal ini dinilai penting sebagai antitesis Ketua Umum Golkar Setya Novanto yang tersandung korupsi KTP elektronik.
Sebelumnya, berdasarkan hasil survei nasional Poltracking Indonesia terkait peta elektoral 2019, elektabilitas PDI-P mencapai 23,4 persen.
Perubahan terlihat pada posisi kedua. Pada pemilu 2014 dan hasil survei beberapa lembaga pada beberapa waktu terakhir menemparkan Golkar di posisi kedua.
Pada survei kali ini, posisi Golkar disalip oleh Partai Gerindra. Partai besutan Prabowo Subianto itu mengantongi elektabilitas sebesar 13,6 persen, sementara Golkar 10,9 persen.