Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Perhimpunan Pelajar Indonesia
PPI

Perhimpunan Pelajar Indonesia (www.ppidunia.org)

"Berisik" terhadap Pemimpin

Kompas.com - 23/11/2017, 07:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

SEBELUM dan sesudah pemilihan gubernur DKI Jakarta beberapa waktu lalu, masyarakat seolah berubah menjadi kritis dengan sendirinya terhadap pemimpin publik. Semua orang tiba-tiba menjadi peduli terhadap apa yang dijanjikan, apa yang disampaikan, dan apa yang akan dilakukan oleh pemimpin publik.

Banyak orang berubah seketika menjadi pengamat politik, kebijakan, atau sosial. Setiap detail tingkah laku pemimpin tersebut dinilai, diawasi, dikomentari. Bahkan yang menarik, mengangkat kembali janji politik yang telah disampaikan pemimpin publik melalui lini media-media sosial dan membandingkannya dengan realita.

Gelagat ini sudah mulai dirasakan sejak Pemilu Presiden 2014. Bahkan, dengan bantuan media sosial dan kanal-kanal informasi yang mudah diakses, diyakini membuat tidur pemimpin terpilih menjadi tidak nyenyak. Masyarakat dapat mengawasi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.

Tulisan ini tidak bermaksud membahas fenomena pemilihan gubernur DKI Jakarta lalu, yang mungkin dapat dikatakan riuh dan luasan dampaknya setara dengan pemilihan presiden. Juga bukan untuk membahas mengenai pro-kontra pascapemilu tersebut.

Tulisan ini ditujukan untuk mengangkat fenomena "berisik" terhadap pemimpin publik, entah itu sebagai pendukung atau sebagai oposisi.

Cleveland (1919) di dalam artikel yang ditulisnya berjudul "Popular Control of Government" menyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjaga pemerintahan yang demokratis-efektif dapat dilakukan melalui pengawasan masyarakat. Dengan demikian, birokrasi dan pemimpin publik dapat konsisten terhadap cita-cita masyarakat yang dilayaninya.

Peluang untuk menjadi "berisik" terhadap pemimpin di Indonesia saat ini sangat terbuka. Fenomena ini diharapkan tidak saja terjadi di Ibu Kota Negara, Jakarta. Tetapi turut meluas ke seluruh daerah di Indonesia, kalau perlu hingga ke pelosok desa.

Lantas, siapakah pemimpin publik yang dimaksud? Dalam konteks ini, pemimpin publik adalah orang perorangan atau sekelompok orang yang diberikan kuasa melalui mekanisme politis atau peraturan perundang-undangan untuk menjalankan tugas dan fungsi untuk melayani masyarakat. Bentuk nyatanya mulai dari presiden bahkan hingga kepala desa.

Pengawasan yang dilakukan oleh anggota dewan atau dewan sebagai suatu manifestasi suara rakyat merupakan suatu bentuk pengawasan politis. Adapun pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat atau melalui individu merupakan bentuk pengawasan masyarakat.

Namun, jika kita bertanya pada diri sendiri, apakah di antara kita ada yang masih ingat siapa yang kita pilih di pemilu legislatif lalu? Sebagian dari kita mungkin sulit untuk mengatakan, "Ya".

Istilah masyarakat yang "berisik" terhadap pemimpin publik dapat dikatakan sebagai bentuk pengawasan masyarakat (social control).

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) online Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, kata berisik memiliki arti ribut (ramai, ingar-bingar) atau berasa mendengung pada telinga.

Kata berisik dipakai di dalam artikel ini untuk menunjukkan adanya ingar-bingar atau dengungan suara (kehadiran) rakyat di telinga pemimpin publik sebagai wujud nyata pengawasan yang dilakukan.

Beberapa waktu belakangan ini, kita disajikan cerita tentang penangkapan pemimpin publik dan anggota legislatif atas tuduhan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Sedikit banyak, ketidakberisikan kita membuka peluang oknum pemimpin publik dalam berbuat hal yang keliru dan melawan hukum tanpa merasa diawasi.

Ada benarnya ungkapan ini, "Yang seharusnya mengawasi masih perlu diawasi untuk mengawasi yang seharusnya diawasi." Sependapat dengan pesan Bang Napi, "Kejahatan bukan saja karena ada niat pelakunya, tetapi karena adanya kesempatan." Kesempatan kurangnya pengawasan dari berbagai lembaga yang melekat ataupun masyarakat sebagai subyek pembangunan.

Harapannya, masyarakat yang "berisik" terhadap pemimpin pada akhirnya akan melahirkan opini terhadap posisi pemimpin publik bahwa pemimpin publik itu amanah yang berat, dengan berbagai stereotip seperti "tidak enak", "tidak bahagia", "tidak membanggakan", "tidak bisa tidur", "serba salah", "tidak bisa istirahat", "diawasi terus-menerus".

Stereotip ini, menurut keyakinan saya, akan menyeleksi secara alamiah mana pemimpin yang berjiwa negarawan. Pemimpin yang selama ini kita rindukan. Pemimpin dengan semangat pengorbankan, bukan pemimpin yang justru mengorbankan (rakyatnya).

Dan, pemimpin yang akan berpikir berkali-kali untuk maju lagi untuk periode selanjutnya. Pemimpin yang seolah merasakan memegang bara api ditangannya ketika memimpin. Yang ada di pikirannya adalah bagaimana melepas bara api tersebut secepatnya.

Absennya stereotip ini akan mendorong oknum individu atau kelompok dengan berbagai cara dan mengganggap ringan tanggung jawab untuk memperebutkan kursi pimpinan sebagai kendaraan untuk mengeruk keuntungan pribadi dan atau kelompoknya. Inilah yang selama ini dianggap "wajar".

Namun, "berisik" terhadap pemimpin perlu ditempatkan pada konteks yang tepat. Berisik yang dimaksud adalah peduli tentang apa yang dilakukan terhadap kebijakan untuk pembangunan. Membangun dialektika terhadap isu pembangunan dan kepentingan masyarakat, sebagaimana jargon yang sering kali kita dengar: kritik, dukung, dan awasi.

Dialektika dibangun atas dasar data dan informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Tantangan saat ini adalah ketika akan memulai proses dialektika, seringkali dibangun dari informasi dan data yang kurang memadai atau kebenarannya masih dipertanyakan, serta mengartikulasikannya melalui koridor konstitusional.

Berisik jika ditempatkan pada perdebatan personalitas perorangan atau kelompok, dan tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab publik, maka tidak akan pernah selesai. Sebaliknya, menimbulkan benturan sosial yang kontraproduktif terhadap tujuan pembangunan.

Biarkan personalitas diselesaikan di ruang privasi setiap orang. Namun, ketika seseorang sudah memutuskan bekerja atau maju ke ruang publik sudah sewajarnya berlapang dada untuk diawasi, ditelusuri, dan diminta pertanggungjawabannya.

Di beberapa negara, misalnya di Belgia, berisik terhadap pemimpin publik (pemimpin terpilih atau birokrasi) sudah merupakan hal lumrah.

Salah satu istilah yang sering muncul di ruang diskusi kebijakan pembangunan adalah istilah pembayar pajak (tax payer). Istilah ini sering digunakan untuk mengganti kata ganti rakyat atau masyarakat.

Ketika istilah tax payer sudah digunakan, artinya apa yang telah diberikan oleh rakyat (pajak) harus dapat menjadi hal yang bermanfaat untuk rakyat, seefektif, dan seefisien mungkin.

Kemunculan istilah tersebut menjadi senjata ampuh dalam menuntut dan mengawasi pemerintah (pemimpin dan birokrasi) di dalam menjalankan amanah. Hal ini akan mempersempit ruang bagi pemimpin publik yang memiliki niat menyimpang.

Mari kita mulai untuk menjadi rakyat yang "berisik" terhadap pemimpin kita. Mari menjadikan posisi pemimpin publik di Indonesia sebagai suatu hal yang lebih "menantang" sehingga niscaya akan lahir pemimpin yang telah dapat melalui ujian publik. Pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Pemimpin negarawan.

M Bobby Rahman
PhD Researcher At Department of Architecture, Planning and Development Unit, University of Leuven
Ketua PPI Belgia 2017-2018 (ppidunia.org)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

Nasional
Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com