Salin Artikel

"Berisik" terhadap Pemimpin

Banyak orang berubah seketika menjadi pengamat politik, kebijakan, atau sosial. Setiap detail tingkah laku pemimpin tersebut dinilai, diawasi, dikomentari. Bahkan yang menarik, mengangkat kembali janji politik yang telah disampaikan pemimpin publik melalui lini media-media sosial dan membandingkannya dengan realita.

Gelagat ini sudah mulai dirasakan sejak Pemilu Presiden 2014. Bahkan, dengan bantuan media sosial dan kanal-kanal informasi yang mudah diakses, diyakini membuat tidur pemimpin terpilih menjadi tidak nyenyak. Masyarakat dapat mengawasi 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.

Tulisan ini tidak bermaksud membahas fenomena pemilihan gubernur DKI Jakarta lalu, yang mungkin dapat dikatakan riuh dan luasan dampaknya setara dengan pemilihan presiden. Juga bukan untuk membahas mengenai pro-kontra pascapemilu tersebut.

Tulisan ini ditujukan untuk mengangkat fenomena "berisik" terhadap pemimpin publik, entah itu sebagai pendukung atau sebagai oposisi.

Cleveland (1919) di dalam artikel yang ditulisnya berjudul "Popular Control of Government" menyatakan bahwa salah satu syarat untuk menjaga pemerintahan yang demokratis-efektif dapat dilakukan melalui pengawasan masyarakat. Dengan demikian, birokrasi dan pemimpin publik dapat konsisten terhadap cita-cita masyarakat yang dilayaninya.

Peluang untuk menjadi "berisik" terhadap pemimpin di Indonesia saat ini sangat terbuka. Fenomena ini diharapkan tidak saja terjadi di Ibu Kota Negara, Jakarta. Tetapi turut meluas ke seluruh daerah di Indonesia, kalau perlu hingga ke pelosok desa.

Lantas, siapakah pemimpin publik yang dimaksud? Dalam konteks ini, pemimpin publik adalah orang perorangan atau sekelompok orang yang diberikan kuasa melalui mekanisme politis atau peraturan perundang-undangan untuk menjalankan tugas dan fungsi untuk melayani masyarakat. Bentuk nyatanya mulai dari presiden bahkan hingga kepala desa.

Pengawasan yang dilakukan oleh anggota dewan atau dewan sebagai suatu manifestasi suara rakyat merupakan suatu bentuk pengawasan politis. Adapun pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat melalui lembaga swadaya masyarakat atau melalui individu merupakan bentuk pengawasan masyarakat.

Namun, jika kita bertanya pada diri sendiri, apakah di antara kita ada yang masih ingat siapa yang kita pilih di pemilu legislatif lalu? Sebagian dari kita mungkin sulit untuk mengatakan, "Ya".

Istilah masyarakat yang "berisik" terhadap pemimpin publik dapat dikatakan sebagai bentuk pengawasan masyarakat (social control).

Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia (KBBI) online Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, kata berisik memiliki arti ribut (ramai, ingar-bingar) atau berasa mendengung pada telinga.

Kata berisik dipakai di dalam artikel ini untuk menunjukkan adanya ingar-bingar atau dengungan suara (kehadiran) rakyat di telinga pemimpin publik sebagai wujud nyata pengawasan yang dilakukan.

Beberapa waktu belakangan ini, kita disajikan cerita tentang penangkapan pemimpin publik dan anggota legislatif atas tuduhan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

Sedikit banyak, ketidakberisikan kita membuka peluang oknum pemimpin publik dalam berbuat hal yang keliru dan melawan hukum tanpa merasa diawasi.

Ada benarnya ungkapan ini, "Yang seharusnya mengawasi masih perlu diawasi untuk mengawasi yang seharusnya diawasi." Sependapat dengan pesan Bang Napi, "Kejahatan bukan saja karena ada niat pelakunya, tetapi karena adanya kesempatan." Kesempatan kurangnya pengawasan dari berbagai lembaga yang melekat ataupun masyarakat sebagai subyek pembangunan.


Harapannya, masyarakat yang "berisik" terhadap pemimpin pada akhirnya akan melahirkan opini terhadap posisi pemimpin publik bahwa pemimpin publik itu amanah yang berat, dengan berbagai stereotip seperti "tidak enak", "tidak bahagia", "tidak membanggakan", "tidak bisa tidur", "serba salah", "tidak bisa istirahat", "diawasi terus-menerus".

Stereotip ini, menurut keyakinan saya, akan menyeleksi secara alamiah mana pemimpin yang berjiwa negarawan. Pemimpin yang selama ini kita rindukan. Pemimpin dengan semangat pengorbankan, bukan pemimpin yang justru mengorbankan (rakyatnya).

Dan, pemimpin yang akan berpikir berkali-kali untuk maju lagi untuk periode selanjutnya. Pemimpin yang seolah merasakan memegang bara api ditangannya ketika memimpin. Yang ada di pikirannya adalah bagaimana melepas bara api tersebut secepatnya.

Absennya stereotip ini akan mendorong oknum individu atau kelompok dengan berbagai cara dan mengganggap ringan tanggung jawab untuk memperebutkan kursi pimpinan sebagai kendaraan untuk mengeruk keuntungan pribadi dan atau kelompoknya. Inilah yang selama ini dianggap "wajar".

Namun, "berisik" terhadap pemimpin perlu ditempatkan pada konteks yang tepat. Berisik yang dimaksud adalah peduli tentang apa yang dilakukan terhadap kebijakan untuk pembangunan. Membangun dialektika terhadap isu pembangunan dan kepentingan masyarakat, sebagaimana jargon yang sering kali kita dengar: kritik, dukung, dan awasi.

Dialektika dibangun atas dasar data dan informasi yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Tantangan saat ini adalah ketika akan memulai proses dialektika, seringkali dibangun dari informasi dan data yang kurang memadai atau kebenarannya masih dipertanyakan, serta mengartikulasikannya melalui koridor konstitusional.

Berisik jika ditempatkan pada perdebatan personalitas perorangan atau kelompok, dan tidak ada hubungannya dengan tanggung jawab publik, maka tidak akan pernah selesai. Sebaliknya, menimbulkan benturan sosial yang kontraproduktif terhadap tujuan pembangunan.

Biarkan personalitas diselesaikan di ruang privasi setiap orang. Namun, ketika seseorang sudah memutuskan bekerja atau maju ke ruang publik sudah sewajarnya berlapang dada untuk diawasi, ditelusuri, dan diminta pertanggungjawabannya.

Di beberapa negara, misalnya di Belgia, berisik terhadap pemimpin publik (pemimpin terpilih atau birokrasi) sudah merupakan hal lumrah.

Salah satu istilah yang sering muncul di ruang diskusi kebijakan pembangunan adalah istilah pembayar pajak (tax payer). Istilah ini sering digunakan untuk mengganti kata ganti rakyat atau masyarakat.

Ketika istilah tax payer sudah digunakan, artinya apa yang telah diberikan oleh rakyat (pajak) harus dapat menjadi hal yang bermanfaat untuk rakyat, seefektif, dan seefisien mungkin.

Kemunculan istilah tersebut menjadi senjata ampuh dalam menuntut dan mengawasi pemerintah (pemimpin dan birokrasi) di dalam menjalankan amanah. Hal ini akan mempersempit ruang bagi pemimpin publik yang memiliki niat menyimpang.

Mari kita mulai untuk menjadi rakyat yang "berisik" terhadap pemimpin kita. Mari menjadikan posisi pemimpin publik di Indonesia sebagai suatu hal yang lebih "menantang" sehingga niscaya akan lahir pemimpin yang telah dapat melalui ujian publik. Pemimpin yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Pemimpin negarawan.

M Bobby Rahman
PhD Researcher At Department of Architecture, Planning and Development Unit, University of Leuven
Ketua PPI Belgia 2017-2018 (ppidunia.org)

https://nasional.kompas.com/read/2017/11/23/07073901/berisik-terhadap-pemimpin

Terkini Lainnya

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Prabowo: Kami Maju dengan Kesadaran Didukung Kumpulan Tokoh Kuat, Termasuk PBNU

Nasional
Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Prabowo: Saya Merasa Dapat Berkontribusi Beri Solusi Tantangan Bangsa

Nasional
Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke