Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik Sipol, UU Pemilu Dinilai Tak Antisipasi Kebutuhan Teknologi

Kompas.com - 21/11/2017, 16:33 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum Hadar Nafis Gumay menilai, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terbukti tidak mengantisipasi kebutuhan teknologi komunikasi dan informatika dalam penyelenggaraan pemilu.

Hal tersebut disampaikan Hadar menanggapi putusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI atas laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu oleh KPU.

Sembilan partai politik (Parpol) yang laporannya dikabulkan oleh Bawaslu, berdalih Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) tidak diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Dengan demikian KPU RI dianggap melakukan pelanggaran administratif.

Menurut Hadar, seharusnya memang seluruh sistem yang digunakan dalam penyelenggaraan pemilu diatur dalam Undang-Undang Pemilu, tak hanya Sipol.

"Aneh kalau penyelenggara pemilu (Bawaslu) enggak mau pakai. Selama ini KPU sudah mulai pakai. Banyak sekali jenisnya," ucap Hadar usai diskusi Perludem, di Jakarta, Selasa (21/11/2017).

"Tapi kejadian kayak Sipol, dipatahkan (oleh putusan Bawaslu), itu kan jadi berantakan," kata Hadar.

(Baca juga: KPU Seharusnya Tak Jadikan Sipol sebagai Alat Diskualifikasi Parpol)

Tidak hanya harus bekerja dua kali, lanjutnya, penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU juga harus mengalokasikan waktu lebih banyak untuk memproses pendaftaran parpol calon peserta pemilu.

Selain itu, kata dia, putusan Bawaslu yang "mematahkan" kewajiban Sipol itu juga telah mengganggu kepercayaan publik terhadap KPU. Sebab, KPU dinyatakan melakukan pelanggaran administratif.

"Menurut saya, ini karena kekurangan dari Undang-Undang Pemilu yang tidak mengantisipasi kebutuhan teknologi. Dipercayakan saja ke KPU," ucap Hadar.

Logo Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI digedung KPU RI, Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2017). KOMPAS.com/ MOH NADLIR Logo Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI digedung KPU RI, Jalan Imam Bonjol 29, Jakarta Pusat, Jumat (6/10/2017).
Di sisi lain, peraturan yang sama telah meningkatkan kewenangan Bawaslu RI untuk memutuskan laporan dugaan pelanggaran administratif. Putusan Bawaslu RI ini pun bersifat final, dan bukan lagi rekomendasi.

Hadar pun menyarankan agar penggunaan sistem komunikasi dan teknologi informasi diatur jelas dalam Undang-Undang Pemilu. Dengan demikian, aturan itu bukan hanya diserahkan ke KPU dalam bentuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).

"Undang-undang seharusnya mengantisipasi penggunaan teknologi. Enggak mungkin, pemilu sebesar Indonesia, di masa sekarang, dan kita butuh banyak hal, tanpa ICT," kata Hadar.

(Baca juga: Hadapi Sidang, KPU Akan Jelaskan Secara Detail Bagaimana Sipol Bekerja)

Hadar mencontohkan, dalam Undang-Undang Pemilu disebut aturan prinsip dari sistem yang digunakan, yaitu digunakan pada tahapan pendaftaran atau setelah itu. Kemudian, sistem harus dipastikan keamanannya.

Sistem yang digunakan juga harus terdaftar atau mendapat sertifikat dari lembaga yang berwenang.

Sebagai informasi, penggunaan teknologi komunikasi dan informatika seperti Sipol tidak diatur secara jelas dalam Undang-Undang Pemilu. Aturan penggunaan Sipol diatur dalam PKPU Nomor 11 Tahun 2017.

Kompas TV 7 partai politik menggugat gangguan website Sipol yang dimiliki KPU.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com