JAKARTA, KOMPAS.com - Saksi ahli yang dihadirkan Partai Idaman Bambang Eka Cahya Widodo berpendapat, seharusnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI tidak menjadikan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sebagai alat diskualifikasi partai politik (parpol) calon peserta pemilu.
Hal itu disampaikannya dalam sidang pemeriksaan lanjutan atas dugaan pelanggaran administratif pemilu untuk perkara nomor 002/ADM/BWSL/PEMILU/X/2017 yang diajukan Partai Idaman, Jumat (11/10/2017), di Gedung Bawaslu, Jakarta.
"Mengingat keterbatasan Sipol itu sendiri dan kelemahan-kelemahan yang sudah diungkapkan, serta keterbatasan sumber daya yang dimiliki parpol, menurut hemat saya sebaiknya KPU mempertimbangkan kembali penggunaan Sipol sebagai prasyarat mutlak dalam melakukan diskualifikasi parpol," kata Bambang.
Hingga akhir pendaftaran parpol calon peserta pemilu, KPU mengumumkan ada 14 parpol yang melengkapi dokumen persyaratan. Sementara, 13 parpol dinyatakan tidak melengkapi dokumen.
Bambang menilai, KPU belum melakukan penelitian keabsahan dokumen yang diunggah oleh parpol.
"Hal ini menjadi masalah mana kala Sipol yang semula ditempatkan sebagai pendukung kerja KPU, tiba-tiba menjadi prasyarat mutlak yang menentukan nasib parpol bisa ikut verifikasi faktual atau tidak," kata dia.
Oleh karena itu, Bambang meminta Bawaslu mempertimbangkan pendapatnya agar keputusan KPU mewajibkan Sipol tidak menciderai parpol calon peserta pemilu.