Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/11/2017, 15:24 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai adanya potensi pelanggaran serius dilakukan oleh Ketua DPR RI Setya Novanto.

Adapun Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek e-KTP. Novanto saat ini bahkan sudah berstatus tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Lucius kemudian menjabarkan bagaimana upaya penangkapan Novanto oleh KPK. Mulai dari kedatangan penyidik KPK ke kediaman Novanto namun saat itu Novanto justru pergi. Ia sempat hilang dan tak diketahui keberadaannya bahkan oleh orang-orang dekatnya di partai.

"Ini sesuatu yang aneh. Sebagai seorang pejabat negara tidak bisa dihubungi sedetik pun itu sangat bahaya. Saya merasa ini sebuah prilaku tidak bertanggung jawab atau mau lari dari tanggung jawab. Perilaku ini mendasar untuk seorang pimpinan," kata Lucius dalam sebuah acara diskusi, Sabtu (18/11/2017).

Baca juga: Cak Imin Ingin Semua Taat Hukum, Termasuk Setya Novanto

Menurut dia, hal ini bisa menjadi dasar bagi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR untuk menduga adanya pelanggaran etik serius dilakukan oleh Novanto.

Dia menyayangkan sidang pleno MKD beberapa waktu lalu justru memutuskan untuk menunggu kasus hukum yang menjerat Novanto berkekuatan hukum tetap. Meskipun Lucius tak merasa heran dengan hal tersebut karena sudah sejak lama MKD menjadi sorotan karena fungsinya yang tunpul.

Lucius mendesak agar MKD memandang kasus ini sebagai hal yang serius. Sebab, dari segi tanggung jawab seorang pimpinan, Novanto mengemban kepercayaan dari jutaan rakyat Indonesia yang memercayai dirinya untuk memilihnya menjadi pemimpin.

DPR periode 2014-2019 menurut dia, seolah disandera oleh Setya Novanto. Mulai dari pertemuannya dengan calon presiden Amerika Serikat Donald Trump, kasus papa minta saham yang membuatnya meletakkan jabatan Ketua DPR, hingga ia mengambil kembali posisi tersebut dari Ade Komarudin.

"Saya kira desakan publik penting. DPR selama tiga tahun ini disandera oleh satu sosok, Pak Setya Novanto," tuturnya.

Saat ini, Novanto sudah berstatus tahanan KPK meski Novanto masih dirawat di rumah sakit karena mengalami kecelakaan pada Kamis (16/11/2017) malam.

Namun, MKD sebelumnya menyampaikan bahwa mereka akan menunggu putusan hukum berkekuatan hukum tetap untuk memproses dugaan pelanggaran etik Novanto.

Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding mengatakan, pihaknya baru akan memproses Novanto jika sudah ada putusan berkekuatan hukum tetap. Hal itu menurutnya seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.

"Proses pemberhentian sementara itu sangat jelas, di hukum acara manakala seseorang anggota itu sudah dinyatakan sebagai terdakwa, jadi bukan dalam posisi sebagai tersangka," kata Sudding.

Kompas TV Sebanyak empat saksi tengah menjalani pemeriksaan terkait kecelakaan yang menimpa Setya Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com