JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla heran dengan langkah Ketua DPR Setya Novanto menggugat Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU KPK.
Baginya, langkah tersangka kasus korupsi proyek e-KTP itu merupakan bagian dari upaya bebas dari jeratan hukum KPK.
"Ya, namanya usaha. Banyak orang berusaha untuk bebas dengan cara bermacam-macam," ujar JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selama (14/11/2017).
(baca: Kini Novanto Gugat UU KPK ke MK...)
Meski begitu, Kalla mengatakan
"Ya selama itu hukum membolehkan, ya kita tidak melarangnya. Jadi semua orang yang mempunyai legal standing boleh mengajukan ke MK," kata Kalla.
Usai melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik KPK ke Bareskrim Polri, Novanto menggugat UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
(Baca juga : Dipanggil KPK, Istri Setya Novanto Juga Beralasan Sakit
Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi, mengatakan ada dua pasal di dalam UU KPK yang ia gugat. Pertama yakni pasal Pasal 46 ayat 1 dan 2.
Pasal ini digugat lantaran dianggap mengesampingkan Undang-Undang Dasar 1945.
KPK menggunakan pasal tesebut menjadi dasar pemanggilan pemeriksaan Setya Novanto dalam kasus KTP elektronik.
(Baca: Manuver Pengacara Setya Novanto Dianggap Berlebihan)
Sementara itu, mengacu kepada Pasal 20 A ayat 3 UUD 1945 dan Pasal 80 F UU MD3, Fredrich mengatakan bahwa anggota dewan memiliki hak imunitas.
Pemanggilan anggota dewan oleh KPK tutur dia, harus seizin Presiden. Menurut dia, hal tersebut sesuai dengan putusan MK Nomer 76 Tahun 2014 tentang revisi Pasal 224 ayat 5 UU MD3.
Tanpa izin Presiden, maka pemanggilan pemeriksaan atas Setya Novanto oleh KPK dinilai mengesampingkan UUD 1945.
"Dari pada mendebatkan..., karena itu kami ajukan permohonan judicial review," ujar Fredrich.
(Baca juga : Dihujani Kritik, Pengacara Novanto Sebut Advokat Wajib Lindungi Kliennya)
Kedua, pasal yang digugat adalah Pasal 12 UU KPK. Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada KPK meminta imigrasi untuk mencegah seseorang berpergian ke luar negeri maupun pencekalan terhadap seseorang.
Hal itu menurut Fredrich bertentangan dengan Keputusan MK yang menyatakan wewenang atas Imigrasi untuk mencegah seorang yang masih dalam penyelidikan ke luar negeri adalah inkonstitusional.
"Dari pada ribut, nanti debat kusir, maka saya uji di MK. Biar MK yang akan memberikan keputusan atau pertimbangan," kata dia.