JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto mengirimkan surat ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (13/11/2017). Surat itu berisi penjelasan bahwa Novanto menolak untuk diperiksa KPK.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan, surat itu ditandatangani langsung oleh Novanto sebagai Ketua DPR. Ada tujuh poin pokok pada surat yang dikirimkan Novanto. Berikut tujuh poin tersebut:
1. Surat panggilan dari KPK telah diterima pada hari Rabu, 8 November 2017, untuk menghadap penyidik KPK sebagai saksi dalam penyidikan perkara TPK Pengadaan KTP Elektronik yg diduga dilakukan oleh ASS
2. Surat panggilan tersebut secara jelas dan tegas disebutkan memanggil Setya Novanto, pekerjaan: Ketua DPR-RI dengan alamat kantor Gedung DPR-RI dan rumah di Jl. Wijaya dst...
Baca juga : Johannes Marliem Sempat Kesulitan Bayar Rp 100 Miliar untuk Setya Novanto
3. Disebutkan sejumlah aturan mengenai hak imunitas anggota dewan, diantaranya Pasal 20A huruf (3) UUD 1945, Pasal 80 huruf (h) UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3).
4. Disebutkan aturan bahwa penyidik yang memanggil anggota DPR RI harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden terlebih dahulu. Hal ini berdasarkan pasal 224 ayat (5) dan pasal 245 ayat (1) UU MD3 yang sudah diuji materi MK. Disebutkan juga Putusan MK RI No. 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2017.
Baca juga : Pimpinan KPK: Kami Bisa Panggil Paksa Setya Novanto
5. Dijelaskan bahwa Novanto baru akan memenuhi panggilan setelah KPK mengantongi surat persetujuan dari Presiden RI sebagaimana putusan MK.
6. Dijelaskan juga bahwa selain belum ada persetujuan tertulis dari Presiden RI, pada hari ini juga Novanto telah lebih dahulu menerima undangan HUT Golkar ke-53 Tingkat Provinsi NTT.
7. Disebutkan bahwa berdasarkan alasan hukum diatas, maka surat panggilan sebagai saksi tidak dapat dipenuhi.