Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Dugaan Aliran Uang Proyek E-KTP untuk Setya Novanto

Kompas.com - 14/11/2017, 07:10 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah resmi menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Ketua DPR RI itu diduga terlibat kasus korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) saat menjadi Ketua Fraksi Partai Golkar.

Fakta-fakta persidangan yang bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengungkap banyak hal terkait Novanto. Ini termasuk mengenai aliran uang korupsi yang diduga dinikmati Ketua Umum Partai Golkar tersebut.

Diputar hingga ke Singapura

Setya Novanto diduga tidak secara langsung menerima uang dalam proyek pemerintah senilai Rp 5,9 triliun itu. Bahkan, bagian jatah Novanto yang diberikan oleh para pengusaha diduga diputar ke luar negeri hingga akhirnya kembali ke Indonesia.

Setidaknya ada dua aliran dana yang mengarah pada Novanto. Pertama, diberikan oleh Direktur Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem.

Dalam persidangan untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, Senin (13/11/2017), jaksa KPK kembali memutar rekaman pembicaraan milik Johannes Marliem.

(Baca: Rekaman Johannes Marliem Diputar, Setya Novanto Disebut Terima Uang)

Rekaman pembicaraan itu berisi percakapan antara Marliem dan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto.

Sugiharto yang dihadirkan sebagai saksi membenarkan percakapan itu.

"Itu pembicaraan di ruang kerja saya," kata Sugiharto.

Dalam rekaman, terungkap bahwa Setya Novanto mendapat jatah Rp 60 miliar dalam proyek pengadaan e-KTP.

(Baca: Rekaman Johannes Marliem Ungkap Jatah Rp 60 Miliar untuk Setya Novanto)

Menurut Sugiharto, Marliem diminta untuk membayarkan uang kepada orang di balik Andi Narogong, yakni Setya Novanto.

"Bosnya Andi ya SN, Setya Novanto. Jatah untuk Setya Novanto," kata Sugiharto.

Menurut Sugiharto, awalnya Andi meminta agar jatah untuk Novanto yang saat itu menjabat Ketua Fraksi Golkar diberikan sebesar Rp 100 miliar. Namun, Marliem baru memiliki Rp 60 miliar.

(Baca: Johannes Marliem Sempat Kesulitan Bayar Rp 100 Miliar untuk Setya Novanto)

Mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11/2017).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11/2017).
Keterangan Sugiharto itu sesuai dengan fakta lain bahwa perusahaan Biomorf yang diwakili Marliem pernah menyetor 1,8 juta dollar AS kepada rekening perusahaan milik Made Oka Masagung di Singapura.

Dalam persidangan, nama Oka disebut-sebut sebagai orang dekat  Setya Novanto. Jaksa menduga ada kaitan antara uang-uang yang diterima Oka dengan Setya Novanto.

Dalam catatan perbankan yang disita KPK, Made Oka total pernah menerima 6 juta dollar AS dari pihak-pihak yang terkait dengan proyek pengadaan e-KTP. Padahal, mantan bos Gunung Agung itu tidak mengikuti proyek e-KTP.

Diterima keponakan Novanto

Selain dari Marliem, Made Oka Masagung pernah menerima 2 juta dollar AS dari Anang Sugiana Sudihardjo, selaku Direktur Utama PT Quadra Solution. PT Quadra merupakan salah satu anggota konsorsium pelaksana e-KTP.

Kepada jaksa, Oka mengaku uang 2 juta dollar AS itu sebagai pembayaran pembelian saham perusahaan Neuraltus Pharmaceutical. Uang tersebut ditransfer ke rekening perusahaan milik Oka yang ada di Singapura.

(Baca: Pelaksana Proyek E-KTP Diduga Alihkan Uang 2 Juta Dollar AS ke Singapura)

Namun, menurut jaksa KPK, uang 2 juta dollar itu tidak ada yang dibelikan saham.

"Dalam catatan bank, uang dari Anang tidak ada sama sekali yang dikirim ke Neuraltus. Malah sebagian dikirim ke Muda Ikhsan Harahap," kata jaksa Abdul Basir.

Menurut jaksa, sehari setelah menerima uang 2 juta dollar AS, Oka mencairkan uang tersebut dan mengirim sebagian uang itu ke rekening Muda Ikhsan sebesar 315.000 dollar AS.

Namun, Oka mengaku tidak dapat mengingat bahwa ia pernah mengirimkan uang kepada Muda. Dalam persidangan, Oka mengaku baru mengenal Muda saat diminta bersaksi di pengadilan.

(Baca juga: Uang E-KTP yang Diterima Keponakan Novanto Diputar hingga Singapura)

Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017).KOMPAS.com/ABBA GABRILLIN Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Meski Oka mengaku lupa, pengiriman uang itu dibenarkan oleh Muda Ikhsan Harahap.

Menurut dia, sebelumnya keponakan Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi, memberikan nomor rekening bank miliknya kepada Oka.

Menurut Muda, transfer uang ke rekeningnya dikirim oleh Delta Energy, perusahaan milik Oka di Singapura.

"Iya betul, saya beri tahu Irvan, ini dari mana banyak banget? Katanya dari Masagung. Lalu saya serahkan ke Irvanto di rumahnya," kata Muda.

Menurut Muda, saat itu Irvan marah dan meminta uang cepat dikirimkan kepadanya. Irvan bahkan meminta agar uang tersebut dikirim langsung oleh Muda, tanpa melalui transfer bank.

Akhirnya, Muda berangkat dari Singapura ke Jakarta, dan menyerahkan uang tunai dalam mata uang dollar Singapura di kediaman Irvan di Jagakarsa, Jakarta Selatan.

"Karena dia (Irvanto) sudah enggak sabar, dia belikan saya tiket," kata Muda.

(Baca juga: Pelaksana E-KTP Dapat Info dari Keponakan Novanto, Ada 'Fee' 7 Persen untuk Senayan)

Kompas TV Bagaimana suara Partai Golkar menyikapi ketua umum dan jabatannya sebagai ketua DPR saat ini perlukah mendesak mundur?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com