Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wakapolri: Jangan Ada yang Adu Domba KPK dengan Polri

Kompas.com - 13/11/2017, 13:15 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Kepala Polri Komjen Syafrudin meminta agar tak ada pihak yang mengadu domba Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini diungkapkan Syafrudin terkait penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dua pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Saut Situmorang oleh Polri.

"Jangan ada pihak-pihak yang mau mengadu domba antara KPK dan polri," ujar Syafrudin di Mapolda Metro Jaya, Senin (13/11/2017).

Syafrudin menegaskan hubungan antara Polri dan KPK solid. Dia meminta agar proses itu tidak menimbulkan kegaduhan yang dapat mengganggu iklim politik hingga perekonomian. Menurut dia, Polri dan KPK menegakkan hukum secara profesional.

"Jangan karena penegakan hukum, masalah ekonomi terganggu, masalah politik terganggu. Oleh karena itu tindakan profesional aparat KPK dan Polri harus melakukan dengan cara-cara yang elegan berdasarkan hukum dan fakta," kata Syafrudin.

Baca juga : Fahri Hamzah Sebut Penetapan Tersangka Novanto Sandiwara KPK

Dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, dilaporkan ke Bareskrim Polri atas tuduhan membuat surat palsu dan menyalahgunakan wewenang. Surat yang dimaksud adalah surat permintaan pencegahan ke luar negeri atas nama Ketua DPR RI Setya Novanto.

Surat itu diterbitkan pada 2 Oktober 2017, beberapa hari setelah Setya Novanto menang dalam praperadilan terkait statusnya sebagai tersangka kasus e-KTP. Dalam putusan itu dinyatakan bahwa penetapan tersangka Novanto tidak sah dan batal demi hukum.

Dalam putusan tersebut, hakim praperadilan Cepi Iskandar juga meminta KPK menghentikan penyidikan terhadap Novanto .

Baca juga : Kapolri Tegur Penyidik soal SPDP Dua Pimpinan KPK

Agus dan Saut dilaporkan pria bernama Sandi Kurniawan pada 9 Oktober 2017 dengan Nomor LP/1028/X/2017/Bareskrim. Atas laporan tersebut, polisi telah meminta keterangan sejumlah saksi dan ahli, yakni ahli bahasa, pidana, dan hukum tata negara. Setelah itu, baru dilakukan gelar perkara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com