Akan tetapi, akibat aksi kelompok intoleran tersebut, jemaat GKI Yasmin berkurang. Mereka merasa ibadahnya diusik.
"Awalnya jemaat ada sekitar 200 orang. Sekarang yang aktif setiap minggunya sekitar 70-80 orang," kata Reviana.
"Yang lainnya, mereka mencari gereja terdekat, mungkin ke gereja induk, atau gereja lain yang terdekat. Kan tidak semua orang mau bersusah-susah, cari nyaman, cari aman. Pragmatisnya saja," tuturnya.
Reviana sendiri mengaku mau bersusah-payah, dengan setiap dua pekan sekali beribadah di seberang Istana Merdeka. Alasannya, ia dan keluarga telah berkomitmen bahwa kebenaran dan keadilan harus ditegakkan.
Secara perizinan, tidak ada yang keliru dengan GKI Yasmin. Putusan Mahkamah Agung pun menyatakan jemaat berhak beribadah di dalam gereja.
"Kami sudah punya patokan secara undang-undang, secara hukum di Indonesia. Itu sudah kami punya, ya kami perjuangkan. Siapa lagi kalau bukan kami sendiri yang memperjuangkan," ucap Reviana.
"Kalau kami tidak peduli, apalagi orang lain mau peduli," kata dia lagi.
Jelang Hari Raya Natal yang tinggal 43 hari, Reviana berharap jemaat GKI Yasmin bisa beribadah di dalam gereja mereka sendiri. Sebab, selama ini para jemaat selalu beribadah natal dari rumah ke rumah.
Reviana berkomitmen akan tetap ibadah di seberang Istana Merdeka sampai sampai hak para jemaat diterpenuhi.
"Saya berharap Pemerintah Kota Bogor dan juga internal dari GKI sendiri memberikan janjinya berkoordinasi. Sehingga apa yang kami perjuangkan, bisa masuk ke dalam gereja dan memiliki gereja itu, bisa segera tercapai," ujar Reviana.
(Baca juga: Jemaat GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia Berharap Bisa Ibadah Natal di Gereja)