JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPR, Damayanti enggan berkomentar banyak soal surat Sekretariat Jenderal DPR kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal pemeriksaan Ketua DPR RI Setya Novanto.
Seperti diketahui dalam surat tersebut Setjen DPR menyatakan bahwa pemanggilan Novanto perlu izin dari Presiden.
Namun, hal itu dibantah sejumlah pihak. Termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla dan mantan Hakim Konstitusi Harjono.
"Saya tidak berkomentar. Nanti saya coba pelajari lagi," kata Damayanti saat dihubungi, Selasa (7/11/2017).
(Baca : Benarkah KPK Butuh Izin Presiden untuk Periksa Setya Novanto?)
Damayanti menambahkan, dirinya tak bisa bekerja sendiri dalam melaksanakan tugas kesetjenan.
Oleh karena itu, ia akan membicarakan hal ini bersama timnya di Kesetjenan.
"Orang-orangnya masih ada yang di luar kota dan aktif dimana-mana. Saya kan enggak bisa sendiri bekerjanya," ujarnya.
(Baca juga : Ini Isi Surat DPR untuk KPK Terkait Pemanggilan Novanto)
Diberitakan sebelumnya, KPK memanggil Ketua DPR RI Setya Novanto, Senin (6/11/2017), untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Merespons panggilan ini, DPR mengirimkan surat kepada KPK yang menyatakan bahwa pemanggilan Novanto perlu izin dari Presiden.
KPK juga pernah memanggil Novanto untuk diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi bagi Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo, salah satu tersangka kasus e-KTP.
Nama Setya Novanto pun muncul dalam persidangan kasus e-KTP, untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong, Jumat (3/11/2017).
Adapun aturan mengenai pemanggilan anggota DPR tersebut pernah diuji ke Mahkamah Konstitusi.
Ketentuan itu tercantum pada pasal 245 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang mengatur, "Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan".
Pada surat dari DPR RI ditegaskan juga berdasarkan Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015 maka wajib hukumnya setiap penyidik yang akan memanggil anggota DPR RI harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden terlebih dahulu.