Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata KPK soal Putusan MK yang Menolak soal Remisi Koruptor

Kompas.com - 07/11/2017, 16:32 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai putusan Mahkamah Konstitusi atas aturan pemberian remisi, semakin memperjelas soal aturan pengetatan mengenai pemberian remisi bagi koruptor.

"Ketika MK menolak atau memutuskan terkait dengan undang-undangnya saya kira harapan kita semoga ini semakin memperjelas aturan tentang pengetatan remisi," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Ia mengungkapkan, terkait remisi itu sebenarnya sudah pernah diajukan uji materinya (judicial review). Namun, saat itu pengajuan uji materinya dilakukan di Mahkamah Agung.

"Itu diajukan ke Mahkamah Agung yaitu PP yang mengatur tentang kurang lebih soal pembatasan remisi dan menurut kami PP 99 tersebut positif ya, karena di sana ada pembatasan yang ketat remisi untuk pelaku tindak pidana khusus termasuk korupsi di sana," ujar Febri.

(Baca juga : MK Tolak Gugatan Suryadharma, OC Kaligis, Irman soal Remisi Koruptor)

KPK menilai seharusnya ketika hukuman dijatuhkan oleh majelis hakim, maka sebaiknya terpidana kasus korupsi menjalaninya semaksimal mungkin.

"Kecuali memang yang bersangkutan menjadi Justice Collaborator atau ada syarat-syarat lain yang dipenuhi secara lebih ketat dalam PP pengetatan remisi itu," ujar Febri.

Seperti diketahui, hakim MK menolak permohonan gugatan uji materi pasal 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan terkait aturan pemberian remisi.

Gugatan itu diajukan oleh lima terpidana kasus korupsi yakni, Suryadharma Ali, OC Kaligis, Irman Gusman, Barnabas Suebu dan Waryana Karno.

"Menurut mahkamah dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum. Dengan demikian Mahkamah menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan pada sidang yang digelar di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).

Menurut majelis hakim, hak memperoleh remisi adalah hak yang terbatas berdasarkan pasal 14 ayat 2 UU Pemasyarakatan.

Berdasarkan UU itu pula, pemerintah memiliki wewenang untuk mengatur pemberian remisi.

Sementara, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Pemasyarakatan merupakan upaya pemerintah untuk memperketat pemberian remisi.

Oleh sebab itu, Majelis Hakim berpendapat bahwa tidak ada unsur diskriminasi dalam 14 ayat 1 huruf i Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com