Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Hukum dan HAM: Pembubaran Ormas Harus melalui Putusan Pengadilan

Kompas.com - 26/10/2017, 22:42 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum dan HAM dari Universitas Padjajaran, Atip Latiful Hayat, berpendapat bahwa kewenangan pembubaran ormas oleh pemerintah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) merupakan bentuk pembatasan atas hak berkumpul dan berserikat.

Berdasarkan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), hak berkumpul dan berserikat bukan merupakan hak yang absolut.

Artinya, pemerintah berhak membatasi hak tersebut.

Meski demikian, menurut Atip, pembatasan itu harus didasarkan untuk melindungi keamanan nasional dan melalui proses pengadilan.

"Dengan demikian ahli berpendapat pembatasan terhadap kebebasan berkumpul dan berserikat pada pokokntya adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan, kecuali ada kepentingan yang substantif, sah, proporsional dan dibenarkan oleh hukum," ujar Atip, saat memberikan keterangan ahli dari pihak pemohon pada sidang uji materi Perppu Ormas di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (26/10/2017).

Baca juga: Perppu Ormas Disahkan, Jokowi Nilai Banyak yang Dukung Jaga Pancasila

"Agar pembatasan oleh pemerintah itu sah dan proporsional, maka Komisi HAM PBB menekankan agar dilakukan lewat mekanisme yang transparan, detail, tertulis dan tetap lewat proses pengadilan," kata dia.

Atip menjelaskan, Resolusi Komisi HAM PBB Nomor 21 Tahun 2013 menekankan bahwa seseorang tidak boleh dikriminalisasi karena melaksanakan kebebasan berserikat dan berkumpul.

Seseorang juga tidak boleh diancam karena menjalankan kebebasan tersebut.

Namun, dalam Pasal 4 ICCPR, kebebasan untuk berserikat bukan merupakan hak yang absolut. Artinya, hak itu tunduk pada sejumlah pembatasan.

Meski demikian, Atip menegaskan, pembatasan yang diperkenankan adalah pembatasan yang jelas, pasti, dan berdasarkan hukum.

"Secara khusus pembatasan tidak boleh dilakukan atas alasan seseorang tidak memiliki pandangan yang berbeda dengan pemerintah," kata Atip.

Baca juga: SBY: Pemerintah Sudah Janji, Ada 4 Poin UU Ormas yang Perlu Revisi

MK tetap menggelar sidang uji materi Perppu Ormas meski peraturan tersebut telah disetujui oleh DPR menjadi undang-undang saat Rapat Paripurna, Selasa (24/10/2017) lalu.

Ketua MK Arief Hidayat beralasan sidang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari pihak pemohon tersebut sudah diagendakan sebelum pengesahan Perppu Ormas.

Selanjutnya, MK akan menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menentukan apakah sidang uji materi Perppu Ormas bisa dilanjutkan atau tidak.

"Sidang hari ini adalah sidang yang diagendakan sebelum DPR mengesahkan perppu menjadi UU. Jadi masih tetap dilaksanakan. Setelah sidang yang terakhir ini, RPH yang akan memutuskan apakah sidang ini akan dilanjutkan atau tidak dalam rangka peradilan yang cepat, murah dan efisien," ujar Arief.

Kompas TV Setelah disahkannya Perppu Ormas menjadi Undang Undang, HTI akan mengajukan gugatan ulang ke Mahkamah Konstitusi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com