Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Perppu Ormas, Ahli Hukum Nilai Pancasila Akan Kehilangan Ruh jika Dikultuskan

Kompas.com - 02/10/2017, 17:19 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penilaian pemerintah bahwa penyebaran agama dalam organisasi masyarakat berpotensi menimbulkan disintegrasi dianggap sebagai logika yang tidak tepat.

Sebab, tidak mungkin jika ajaran yang berasal dari Asal Segala Hal (Tuhan) bisa dikatakan anti-Pancasila.

Hal ini disampaikan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Suteki dalam sidang gugatan terhadap Perppu Ormas yang digelar di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (2/10/2017).

Suteki merupakan ahli yang dihadirkan oleh salah satu pemohon gugatan guna memberikan pendapatnya kepada hakim konstitusi.

Menurut dia, Pancasila seharusnya dipahami sesuai fungsi dan peranannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan tidak berlebihan.

Baca: 
MK Tolak Koalisi Pro Demokrasi Jadi Pihak Terkait Uji Materi Perppu Ormas

"Pancasila harus ditempatkan as a Precept (aturan), yakni suatu ajaran moral bagi bangsa Indonesia," kata Suteki dalam persidangan.

"Namun ketika Pancasila hanya dipahami sebagai 'berhala', sosok 'jizim' yang dipertuhankan maka Pancasila akan kehilangan ruhnya sebagai precept," tambah dia.

Akibat pengkultusan itu, lanjut Suteki, Pancasila dapat digunakan secara membabi buta sebagai alat untuk melegitimasi kekuasaan.

"Bahkan, sebagai alat gebuk bagi orang atau kelompok orang warga bangsa yang mencoba mengkritisinya, apalagi beroposisi (berseberangan) dengan kebijakan pemerintah," kata dia.

Ada sejumlah pihak yang mengajukan gugatan terhadap Perppu Ormas, di antaranya permohonan dengan nomor perkara 39/PUU-XV/2017 yang diajukan oleh Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto.

Selain itu, permohonan dengan nomor perkara 41/PUU-XV/2017 diajukan oleh Aliansi Nusantara.

Ada pula permohonan nomor perkara 48/PUU-XV/2017 diajukan oleh Yayasan Sharia Law Alqonuni, dan beberapa pihak lainnya.

Secara umum, beberapa Pemohon mempersoalkan penerbitan Perppu Ormas. Menurut Pemohon, penerbitan Perppu tidak dalam keadaan genting dan mendesak sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UUD 1945.

Selain itu, beberapa Pemohon juga mempersoalkan pemidanaan terhadap anggota ormas yang dianggap menyimpang.

Seperti yang tertuang dalam Pasal 82A Perppu Ormas. Perppu tersebut menyebutkan bahwa anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu keamanan, ketertiban dan melakukan tindakan yang menjadi wewenang penegak hukum, dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama satu tahun.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com