APHTN-HAN bersama Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas mengkaji soal pembentukan Pansus hak angket.
Kajian yang ditandatangani 132 pakar hukum tata negara seluruh Indonesia tersebut diserahkan ke KPK.
Ada tiga hal dasar pansus tersebut dinilai cacat hukum. Pertama, karena subyek hak angket, yakni KPK dinilai keliru.
Hak angket dianggap hanya dimaksudkan untuk pemerintah.
Pasal 79 Ayat 3 UU MD3 menyebutkan hak angket digunakan untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang dan atau kebijakan pemerintah, misalnya Presiden, Wapres, para mentri, jaksa agung, kapolri, dan lembaga pemerintah non-kementerian (LPNK).
Kedua, obyek hak angket, yakni penanganan perkara KPK. Obyek penyelidikan hak angket harus memenuhi tiga kondisi, yakni hal penting, strategis dan berdampak luas bagi masyarakat.
Ketiga, prosedurnya dinilai salah. Prosedur pembuatan pansus itu diduga kuat melanggar undang-undang karena prosedur pembentukan terkesan dipaksakan.
Seharusnya, rapat paripurna dilakukan voting lantaran seluruh fraksi belum mencapai kesepakatan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.