JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, Polri tak masalah jika Kejaksaan Agung tak ingin ada fungsi penuntutan pada Densus Tipikor yang akan dibentuk Polri.
Pernyataan ini menanggapi keinginan Jaksa Agung HM Prasetyo yang menyarankan agar fungsi penuntutan tindak pidana korupsi dikembalikan kepada Kejaksaan.
"Kalau jaksa tidak mau terlibat, ya tidak apa-apa. Sekarang kan kami juga punya Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim," ujar Setyo di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Densus Tipikor rencananya mulai aktif pada akhir tahun 2017.
Nantinya, Densus Tipikor akan memiliki kewenangan yang sama dengan direktorat yang ada. Hanya saja, cakupannya akan lebih besar dengan jumlah personel lebih banyak.
Baca: Menurut Jaksa Agung, OTT Kerap Bikin Gaduh
"Cuma dinaikkan dengan lebih besar dan dikendalikan Kapolri lebih efektif," kata Setyo.
Selama Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri berjalan, Polri selalu melakukan koordinasi dengan kejaksaan.
Dengan demikian, proses penuntutan setelah dilimpahkan akan lebih mudah.
"Kami juga sudah menyelaraskan dengan kejaksaan," kata Setyo.
Polri sebelumnya ingin Densus Tindak Pidana Korupsi yang akan terbentuk juga memiliki fungsi penuntutan sendiri seperti KPK.
Dengan demikian, ada tim jaksa yang ditempatkan di Densus Tipikor untuk memproses kasus korupsi ke persidangan.
Baca: Minta KPK Tak Ada Fungsi Penuntutan, Jaksa Agung Diminta Berkaca
Sistem "satu atap" di KPK selama ini dianggap berbagai pihak efektif dalam pemberantasan korupsi.
Sebab, selama ini berkas perkara bisa bolak-balik antara penyidik Polri dan jaksa penuntut umum.
Tak sedikit proses penyidikan dihentikan lantaran dianggap tak cukup bukti.
Namun, Prasetyo menganggap Indonesia perlu berkaca pada pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura.
Ia mengatakan, meski kedua negara memiliki aparat penegak hukum khusus untuk memberantas korupsi, kewenangan penuntutan tetap berada pada kejaksaan.