Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siapa Asma Dewi, Ibu Rumah Tangga yang Diduga Transfer Rp 75 Juta ke Saracen?

Kompas.com - 11/09/2017, 17:22 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

Update:

Artikel ini telah mengalami perubahan judul dan sejumlah penyesuaian pada konten. Advokat Cinta Tanah Air selaku kuasa hukum Asma Dewi mengadukan artikel ini ke Dewan Pers karena dianggap tidak memenuhi kode etik jurnalistik.

Setelah melalui proses mediasi di Dewan Pers, Kompas.com menjawab pengaduan tersebut melalui hak jawab dalam artikel berikut: Asma Dewi Tidak Terlibat Saracen

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menangkap Asma Dewi, di Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (8/9/2017). Mulanya, polisi menangkap Dewi karena mengunggah konten ujaran kebencian dan penghinaan agama dan ras tertentu.

Berdasarkan pengembangan polisi, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan bahwa Dewi diduga mentransfer uang sebesar Rp 75 juta ke pengurus inti kelompok Saracen. Kelompok tersebut sebelumnya diciduk lantaran menyebarkan ujaran kebencian dan konten berbau SARA di media sosial.

Nama Asma Dewi disebut-sebut merupakan bagian dari Tamasya Al Maidah. Gerakan tersebut aktif saat Pilkada DKI Jakarta pada April 2017 lalu. Mereka memobilisasi massa dari daerah ke Jakarta untuk mengawal proses pemilihan kepala daerah.

Nama Dewi beserta nomor ponselnya juga tercantum dalam pamflet Tamasya Al Maidah yang tersebar di media sosial.

Dalam selebaran itu, Dewi merupakan salah satu dari tiga orang yang bisa dihubungi berkaitan dengan gerakan tersebut. Namun, kini ketiga nomor tersebut tidak aktif ketika dihubungi Kompas.com.

(Baca: Transfer Rp 75 Juta ke Saracen, Ibu Rumah Tangga Ditangkap Polisi)

Saat dikonfirmasi, Ketua Panitia Tamasya Al Maidah Ansufri Idrus Sambo membantah bahwa Dewi merupakan koordinator ataupun panitia Tamasya Al Maidah. Menurut dia, Dewi hanya berperan sebagai relawan.

"Dia hanya salah seorang yang simpati dan ikut bantu," kata Ansufri.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengaku tidak tahu apakah Dewi merupakan bagian dari gerakan tersebut.

"Saya belum dapat datanya itu. Mungkin iya, tapi saya belum dapat," kata Setyo.

Setyo mengatakan, pihaknya masih mendalami seberapa jauh peran Dewi terkait kelompok Saracen. Belum dapat dipastikan apakah Dewi sebagai pihak pemesan, sebagai perantara, atau pun anggota kelompok Saracen.

(Baca: Polisi Telusuri Aliran Rekening Saracen 3 Tahun ke Belakang)

"Yang jelas, dia melakukan ujaran kebencian yang menurut penyidik layak untuk ditindak. Ternyata dia mempunyai aliran dana juga ke Saracen," kata Setyo.

Dalam penelusuran di Facebook Dewi, beberapa postingan yang diunggah menunjukkan konten dukungan terhadap pasangan kepala daerah DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Namun, polisi belum dapat menarik benang merah antara dukungan tersebut dengan suntikan dana ke Saracen.

"Itu jadi salah satu poin nanti kami mendalami. Kami tidak boleh berandai-andai, kami harus periksa dulu," kata Setyo.

Punya saudara polisi aktif

Dewi juga memiliki dua saudara polisi aktif. Bahkan, Dewi ditangkap di rumah salah satu kakaknya di Komplek Polri Jalan Ampera Raya A No. 17. Setyo mengatakan, kedua kakaknya ada polisi wanita dan polisi laki-laki.

"(Kakak Polwan) ada di Mabes Polri. Kakak laki-lakinya saya lupa, itu junior saya," kata Setyo.

Setyo memastikan kedua kakak Dewi tidak terlibat dengan tindak pidana adiknya. Namun, kedua polisi itu akan dimintai keterangannya untuk menggali soal aktivitas keseharian Dewi.

"Pasti akan dimintai keterangan," kata Setyo.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan pengurus Saracen, yakni JAS, MFT, SRN, dan AMH sebagai tersangka. Kelompok Saracen menetapkan tarif sekitar Rp 72 juta dalam proposal yang ditawarkan ke sejumlah pihak.

(Baca: Kapolri Sebut Saracen Sudah Eksis Sejak Pilpres 2014)

Mereka bersedia menyebarkan konten ujaran kebencian dan berbau SARA di media sosial sesuai pesanan. Biaya tersebut meliputi biaya pembuatan website sebesar Rp 15 juta, dan membayar sekitar 15 buzzer sebesar Rp 45 juta perbulan.

Ada pula anggaran tersendiri untuk Jasriadi selaku ketua sebesar Rp 10 juta. Selebihnya, biaya untuk membayar orang-orang yang disebut wartawan. Para wartawan itu nantinya menulis artikel pesanan yang isinya juga diarahkan pemesan.

Media yang digunakan untuk menyebar konten tersebut antara lain di Grup Facebook Saracen News, Saracen Cyber Team, situs Saracennews.com, dan berbagai grup lain yang menarik minat warganet untuk bergabung.

Hingga saat ini diketahui jumlah akun yang tergabung dalam jaringan Grup Saracen lebih dari 800.000 akun.

Kompas TV Polda Metro Jaya membuka posko pengaduan terkait penanganan kasus ujaran kebencian melalui media sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Wapres: Kalau Keluarga Baik, Bangsa Indonesia Akan Baik

Nasional
Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Kekuatan Oposisi Masih Tetap Dibutuhkan...

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Dukung Prabowo-Gibran, PKB Pastikan Tak Bakal Rusak Soliditas Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com