Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah: Penggunaan Hak Angket Tak Terbatas terhadap Presiden

Kompas.com - 21/08/2017, 21:24 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan hak angket dinilai tidak terbatas terhadap pemerintah.

Hal ini disampaikan Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto sebagai perwakilan pemerintah selaku pembuatan undang-undang dalam sidang uji materi terkait hak angket dengan nomor perkara 36/PUU-XV/2017 dan 37/PUU-XV/2017.

Sidang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (21/8/2017).

"Penggunaan hak angket bukan terbatas pada Presiden selaku kepala pemerintahan, tetapi juga dapat meliputi seluruh jajaran pemerintahan lainnya, yakni Wakil Presiden, Menteri Negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian," kata Widodo.

Meski demikian, tidak dapat diartikan pula bahwa pembentukan Pansus Hak Angket terhadap KPK yang tengah berjalan di DPR akan berdampak dapat digunakan terhadap lembaga kehakiman.

Sebab, lembaga kehakiman harus independen dan merdeka dalam menyelenggarakan peradilan.

Hal ini demi tegaknya hukum dan keadilan bagi masyarakat.

"Dengan demikian, jelas bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka. Maka tentunya, hak angket sebagaimana diatur dalam pasal 79 ayat 3 Undang-Undang MD3 tidak dilaksanakan dalam rangka menyelidiki pelaksanaan kekuasaan kehakiman tersebut," kata Widodo.

"Dengan kata lain, hak angket tidak ditujukan untuk membentuk Pansus Angket terhadap Mahkamah Agung, misalnya," lanjut Widodo.

Pemohon nomor perkara 36/PUU-XV/2017 adalah gabungan mahasiswa dan dosen Fakultas Hukum yang menamakan dirinya sebagai Forum Kajian Hukum dan Konstitusi.

Mereka merasa pembentukan Pansus Hak Angket terhadap KPK merugikan haknya sebagai warga negara.

Sebab, KPK sebagai lembaga yang bertugas memberantas korupsi sedang dilemahkan.

Pelemahan terhadap KPK akan berdampak memperlemah pengawasan dan memperkecil pengembalian keuangan negara sebagai sumber APBN.

Padahal, sedianya secara maksimal keuangan negara digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.

Pemohon meminta MK menegaskan secara eksplisit bahwa hak angket hanya ditujukan terhadap pemerintah.

Sementara, pemohon dengan nomor perkara 37/PUU-XV/2017 adalah Direktur Eksekutif Lira Institute, Horas AM Naiborhu menilai, ketentuan Pasal 79 Ayat 3 UU MD3 yang mengatur tentang hak angket menimbulkan multitafsir yang berpotensi menimbulkan kegaduhan politik.

Pemohon menilai, kegaduhan tersebut merugikan hak konstitusionalnya. Pemohon meminta MK menyatakan penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dibatalkan dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara hukum.

Kompas TV Pansus Angket KPK Undang Mahfud MD

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com