Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Tolak Seluruh Keberatan Miryam dan Pengacara

Kompas.com - 07/08/2017, 12:52 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menolak seluruh keberatan yang disampaikan terdakwa Miryam S Haryani dan pengacaranya.

Dengan demikian, persidangan terhadap Miryam berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi.

"Mengadili, menolak keberatan penasehat hukum untuk seluruhnya. Menyatakan surat dakwaan telah memenuhi syarat formal dan material dan sah dapat diterima sebagai dasar pemeriksaan perkara," ujar Ketua Majelis Hakim Franky Tambuwun, dalam sidang putusan sela di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (7/8/2017).

Dalam amar putusan, majelis hakim menyatakan bahwa Pengadilan Tipikor berwenang mengadili dan memutus perkara terhadap terdakwa Miryam S Haryani.

Hakim menetapkan bahwa persidangan berlanjut pada pemeriksaan perkara.

Baca: Jubir KPK: Silakan Miryam Hadapi KPK di Pengadilan

Melalui eksepsi, penasehat hukum Miryam menilai bahwa kasus keterangan palsu yang didakwakan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya diperiksa dan diadili di pengadilan umum, bukan pengadilan tipikor.

Namun, menurut hakim, pensehat hukum telah melakukan penafsiran sendiri.

Menurut hakim, Pasal 22 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada intinya untuk melindungi kepentingan hukum dalam kelancaran pengungkapan kasus korupsi.

Dengan demikian, keberatan penasehat hukum dianggap tidak mempunyai alasan hukum sah dan harus ditolak.

Selain itu, dalam eksepsi penasehat hukum juga menilai dakwaan jaksa KPK tidak sah.

Sebab, menurut penasehat hukum, penetapan tersangka Miryam tidak menunggu hingga sidang kasus korupsi pengadaan e-KTP atas nama terdakwa Irman dan Sugiharto, diputus oleh hakim.

Hakim menyatakan tidak sependapat dengan penasehat hukum Miryam.

Menurut majelis, Pasal 22 UU Tipikor tidak menentukan bahwa untuk mengajukan seorang sebagai terdakwa harus menunggu perkara lain.

"Maka keberatan tidak beralasan hukum dan harus ditolak," kata Franky.

Anggota DPR RI, Miryam S Haryani, didakwa memberikan keterangan palsu di pengadilan. Miryam diduga dengan sengaja tidak memberikan keterangan yang benar saat bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Menurut jaksa, Miryam dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).

Salah satunya, terkait penerimaan uang dari mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto.

Dalam persidangan, anggota Fraksi Partai Hanura itu mengatakan, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014, sebagaimana yang dia beberkan sebelumnya kepada penyidik.

Kompas TV Tersangka kasus keterangan tidak benar, Miryam S Haryani berharap keberatannya atas dakwaan jaksa akan diterima oleh majelis hakim.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com