Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkas Perkara Penyalahgunaan Importasi PT Garam Dinyatakan Lengkap

Kompas.com - 03/08/2017, 14:32 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya mengatakan, penyidik telah merampungkan berkas perkara dugaan penyalahgunaan importasi garam oleh PT Garam.

Dalam kasus ini, polisi menetapkan mantan Direktur Utama PT Garam (Persero) Achmad Boediono sebagai tersangka.

"PT Garam sudah lengkap berkas perkaranya," ujar Agung saat dikonfirmasi, Kamis (3/8/2017).

Kejaksaan Agung menyatakan berkas perkara lengkap pada Jumat (28/7/2017).

Kemudian, pada hari ini, penyidik melimpahkan barang bukti dan tersangka Boediono ke Kejaksaan Negeri Surabaya. Selanjutnya, Boediono akan menjalani persidangan di sana.

"Diserahkan ke jaksa, tersangka beserta barang buktinya," kata Agung.

Penyalahgunaan importasi garam tersebut bermula dari penugasan yang diterima PT Garam untuk mengimpor garam konsumsi.

(Baca: Ini Kronologi Penyelewengan Pengadaan Garam Impor oleh Dirut PT Garam)

Saat ini hanya PT Garam pelaku industri garam di Tanah Air yang boleh mengimpor garam konsumsi.

PT Garam kemudian mengumpulkan kurang lebih 53 perusahaan garam yang memproduksi garam konsumsi untuk mengetahui rencana kebutuhan masing-masing. PT Garam juga mengumpulkan delapan pemasok dari India dan Australia.

Pada hari itu juga diputuskan satu perusahaan asal India dan satu perusahaan asal Australia memenangkan lelang. Satu perusahaan asal Australia akan memasok sebanyak 55.000 ton dan satu perusahaan asal India akan memasok sebanyak 20.000 ton.

Namun, ternyata PT Garam sebelumnya sudah mengantongi Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kementerian Perdagangan untuk importasi garam konsumsi sebanyak 75.000 ton, yaitu SPI Nomor 42 dan SPI Nomor 43.

Izin tersebut urung direalisasikan lantaran, pemenang lelang (perusahaan asal Australia dan India) tersebut adalah pemasok garam industri. Jadi, Boediono disebut mengubah rencana importasi garam konsumsi sesuai SPI menjadi garam industri sesuai pemenang lelang.

"Mengubah konsentrasi NaCl dalam surat permohonan impornya, menjadi di atas 97 persen (garam industri). Kemudian diberikan dukungan dari KKP ke Kemendag dalam hal ini Ditjen Daglu," kata Agung.

Setelah perubahan konsentrasi NaCl atau kadar garam dalam surat permohonan impor, PT Garam lantas berhasil mengantongi SPI Nomor 45 untuk importasi garam industri. Diduga ada penyimpangan dalam proses lengadaan itu.

"Proses pengadaan ini kami duga ada penyimpangan," ujar Agung.

Selain itu, garam industri yang kemudian dikemas sebagai garam konsumsi dengan cap SEGI TIGA G melanggar Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Salah satunya terkait informasi produk yang tidak sesuai.

Di kemasan disebutkan bahwa garam ini terbuat dari bahan baku lokal. Padahal bahan baku impor.

Di samping itu, garam konsumsi kandungan NaCl-nya tidak boleh lebih dari 97 persen. Hasil laboratorium menunjukkan kandungan garamnya sebesar 99 persen.

Boediono disangka melanggar Pasal 62 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, dan melanggar Pasal 3 atau Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Kompas TV Dirut PT Garam Tersangka Penyalahgunaan Izin Impor
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com