JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Bareskrim Polri menetapkan Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (IBU) Trisnawan Widodo sebagai tersangka. Ia dianggap bertanggung jawab atas kecurangan yang dilakukan PT IBU dalam memproduksi beras.
Kecurangan yang dimaksud terpampang di kemasan. Ada sejumlah hal yang dianggap dikaburkan PT IBU dalam kemasan beras itu sehingga dianggap menyesatkan konsumen.
Pertama, soal tabel yang memuat angka kecukupan gizi (AKG). Di sana tertera persentase gizi yang bisa terpenuhi oleh manusia jika mengkonsumsi beras tersebut.
Namun, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, semestinya yang tertera di kemasan beras bukan tabel AKG.
"Yang seharusnya ditampilkan adalah komposisi dari beras itu. Namun, yang ditampilkan angka kecukupan gizi. AKG ini ditampilkan dalam kemasan di luar sebuah makanan olahan, bukan bahan baku," ujar Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (2/8/2017).
Di samping itu, Polri juga mempermasalahkan label Standar Nasional Indonesia (SNI) keluaran 2008 di kemasan itu.
Merek Maknyuss juga mengklaim produk mereka adalah beras premium. Padahal, kata Martinus, dalam ketentuan SNI 2008, kualitas beras ditentukan dengan indikator mutu 1 hingga mutu 5. Indikator beras medium dan premium baru ditetapkan dalam SNI 2015.
"Tapi setelah dicek di laboratorium, bukan mutu satu ataupun dua, malah di bawahnya," kata Martinus.
Hal tersebut juga didukung keterangan dua ahli gizi dan empat ahli perlindungan konsumen yang dimintai keterangan oleh penyidik. Masyarakat dianggp tertipu dengan label premium yang dicantumkan, padahal kualitas aslinya rendah.
Mutu tersebut tak sebanding dengan harga yang dibanderol untuk beras merk Maknyuss senilai Rp 13.700 per kilogram dan Rp 20.400 per kilogram untuk merek Ayam Jago.
Selain itu, dua merek beras itu juga tidak mencantumkan PT IBU sebagai perusahaan produsen di kemasannya. Di kemasan tercantum nama PT Sakti sebagai produsen.
Menurut Bareskrim, hal itu menyulitkan pengawasan pemangku kepentingan atau stakeholder terhadap produksi beras tersebut.
"Pengawasan stakeholder tidak bisa optimal karena PT-nya tidak sesuai dengan tempat diproduksi, berapa jumlah produksi dan berapa yang didistribusi," kata Martinus.
Atas perbuatannya, Trisnawan dijerat Pasal 382 BIS tentang Perbuatan Curang dan Pasal 144 jo Pasal 100 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Kemudian Pasal 62 jo Pasal 8 Ayat 1 huruf (e), (f), (g) atau Pasal 9 Ayat (h) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penyidik akan mengembangkan kasus itu ke pasal tindak pidana pencucian uang.
(Baca: Kasus Beras, Polisi Tetapkan Bos PT IBU sebagai Tersangka)