Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkara Kemasan Beras Seret Bos PT IBU Jadi Tersangka

Kompas.com - 03/08/2017, 07:01 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Bareskrim Polri menetapkan Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (IBU) Trisnawan Widodo sebagai tersangka. Ia dianggap bertanggung jawab atas kecurangan yang dilakukan PT IBU dalam memproduksi beras.

Kecurangan yang dimaksud terpampang di kemasan. Ada sejumlah hal yang dianggap dikaburkan PT IBU dalam kemasan beras itu sehingga dianggap menyesatkan konsumen.

Pertama, soal tabel yang memuat angka kecukupan gizi (AKG). Di sana tertera persentase gizi yang bisa terpenuhi oleh manusia jika mengkonsumsi beras tersebut.

Namun, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan, semestinya yang tertera di kemasan beras bukan tabel AKG.

"Yang seharusnya ditampilkan adalah komposisi dari beras itu. Namun, yang ditampilkan angka kecukupan gizi. AKG ini ditampilkan dalam kemasan di luar sebuah makanan olahan, bukan bahan baku," ujar Martinus di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (2/8/2017).

Di samping itu, Polri juga mempermasalahkan label Standar Nasional Indonesia (SNI) keluaran 2008 di kemasan itu.

Merek Maknyuss juga mengklaim produk mereka adalah beras premium. Padahal, kata Martinus, dalam ketentuan SNI 2008, kualitas beras ditentukan dengan indikator mutu 1 hingga mutu 5. Indikator beras medium dan premium baru ditetapkan dalam SNI 2015.

"Tapi setelah dicek di laboratorium, bukan mutu satu ataupun dua, malah di bawahnya," kata Martinus.

Hal tersebut juga didukung keterangan dua ahli gizi dan empat ahli perlindungan konsumen yang dimintai keterangan oleh penyidik. Masyarakat dianggp tertipu dengan label premium yang dicantumkan, padahal kualitas aslinya rendah.

Mutu tersebut tak sebanding dengan harga yang dibanderol untuk beras merk Maknyuss senilai Rp 13.700 per kilogram dan Rp 20.400 per kilogram untuk merek Ayam Jago.

Selain itu, dua merek beras itu juga tidak mencantumkan PT IBU sebagai perusahaan produsen di kemasannya. Di kemasan tercantum nama PT Sakti sebagai produsen.

Menurut Bareskrim, hal itu menyulitkan pengawasan pemangku kepentingan atau stakeholder terhadap produksi beras tersebut.

"Pengawasan stakeholder tidak bisa optimal karena PT-nya tidak sesuai dengan tempat diproduksi, berapa jumlah produksi dan berapa yang didistribusi," kata Martinus.

Atas perbuatannya, Trisnawan dijerat Pasal 382 BIS tentang Perbuatan Curang dan Pasal 144 jo Pasal 100 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Kemudian Pasal 62 jo Pasal 8 Ayat 1 huruf (e), (f), (g) atau Pasal 9 Ayat (h) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Penyidik akan mengembangkan kasus itu ke pasal tindak pidana pencucian uang.

(Baca: Kasus Beras, Polisi Tetapkan Bos PT IBU sebagai Tersangka)

Halaman:


Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com