JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto mengatakan, pembatalan harga eceran tertinggi yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47 Tahun 2017 tidak akan memengaruhi penanganan kasus di Bareskrim.
Peraturan tersebut menjadi salah satu dasar polisi menjerat PT Indo Beras Unggul (IBU).
Perusahaan tersebut dianggap menjual beras dengan harga jauh di atas harga yang ditetapkan dalam peraturan.
"Enggak juga, enggak terlalu berpengaruh," ujar Ari di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (1/8/3017).
(baca: Rencana Penerapan Harga Eceran Tertinggi untuk Beras Batal)
Ari mengatakan, penyidik tidak hanya melihat pidana dari satu sisi. Menurut dia, ada aspek lain yang diduga dilanggar oleh produsen, salah satunya soal ketidaksesuaian nilai gizi yang tercantum dalam label.
Ia menyerahkan kepada ahli untuk menilai unsur pidana dalam kasus tersebut.
"Nanti saksi ahli akan jelaskan itu," kata Ari.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menyatakan bahwa Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 47 Tahun 2017 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen, tidak akan diberlakukan.
(baca: Pemerintahan Bisa Jatuh kalau Tak Mampu Kelola Beras)
Aturan tersebut mengatur harga pembelian beras di level konsumen sebesar Rp 9.000 per kilogram baik beras medium dan premium atau yang dikenal dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Langkah tersebut diambil menyusul terjadinya kekhawatiran di kalangan pelaku usaha beras pasca-kasus yang menimpa PT Indo Beras Unggul (IBU).
Terlebih, saat ini Permendag Nomor 47 Tahun 2017 Tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen masih dalam proses perundangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Permendag itu belum diundangkan, jadi tidak akan berlaku Permendag (Nomor) 47," ujar Mendag Enggartiasto di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Jumat (28/7/2017).