Sementara, Pasal 2 huruf c, penghapusan sebagaimana dimaksud ayat 1 sepanjang menyangkut piutang pemerintah pusat ditetapkan oleh Presiden dengan persetujuan DPR untuk jumlah lebih dari Rp 100 miliar.
Poin keempat, KPK menyatakan, sesuai keterangan ahli Adnan Paslyadja, menerangkan bahwa KPK berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Syafruddin.
Tindak pidana korupsi itu terjadi pada tahun 2004.
Sementara, KPK telah dibentuk sejak diundangkannya UU KPK pada tanggal 27 Desember 2002.
Poin kelima, KPK menyatakan objek penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dan KPK adalah berbeda.
Dengan bukti yang diajukan dan keterangan saksi Kwik Kian Gie, secara tegas menyatakan perbedaan perkara yang ditangani Kejaksaan Agung terkait penyimpangan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebesar kurang lebih Rp144 triliun.
Di dalamnya termasuk kucuran dana ke PT BDNI sebesar Rp 37 triliun atau tersangka atas nama Sjamsul Nursalim, tempus delicti tahun 1998.
"Sementara objek penyidikan KPK terkait dengan pemberian surat Pemenuhan kewajiban pemegang saham/Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim kepada pemohon terkait Penghapusan piutang petani petambak sebesar Rp 4,8 triliun (tersangka atas nama pemohon, Tempus delicti 2004)," demikian KPK dalam berkas tersebut.
Seperti diberitakan, dalam penyelidikan kasus ini, KPK menemukan adanya indikasi korupsi dalam pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.
SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional.
KPK menduga Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekurangnya Rp 3,7 triliun.
Menurut Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, Sjamsul sudah menerima SKL dari BPPN, meski baru mengembalikan aset sebesar Rp 1,1 triliun, dari yang seharusnya Rp 4,8 triliun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.