JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan berkas kesimpulan pada sidang praperadilan yang diajukan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), Syafruddin Arsjad Temenggung.
Kesimpulan itu disampaikan pada sidang praperadilan yang berlangsung di PN Jakarta Selatan, Selasa (1/8/2017).
Sidang dipimpin hakim tunggal praperadilan, Effendi Muckhtar
Syafruddin mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas kepada Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) tahun 2004.
Baca: Kasus SKL BLBI, KPK Tetapkan Mantan Kepala BPPN sebagai Tersangka
Ada lima poin dalam kesimpulan KPK.
Pertama, KPK menilai Syafruddin tidak dapat membuktikan dalil-dalilnya karena tidak mampu menghadirkan fakta, bukti, keterangan saksi, ataupun ahli yang mendukung dalil-dalilnya.
Keterangan saksi fakta Lukita D Tuwo yang diajukan justru dinilai menguatkan perbuatan Syafruddin dalam menghapuskan piutang dengan menerbitkan SKL, bahwa hal itu melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
"Kewenangan BPPN adalah penghapusbukuan bukan penghapusan piutang negara. Kementerian Keuangan lah yang memiliki kewenangan untuk menghapuskan piutang negara," demikian pernyataan KPK pada berkas kesimpulan.
Menurut KPK, penghapusan piutang Sjamsul Nursalim oleh Syafruddin dilakukan tanpa persetujuan DPR sehingga dinilai melanggar UU Nomor 1 Tahun 2004.
KPK berpandangan, keterangan ahli Nindyo Pramono yang disampaikan pada sidang, menegaskan bahwa lunas sama artinya dengan penghapusan piutang.
Dengan demikian, tindakan penerbitan SKL oleh Syafruddin bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2004.
Poin kedua, KPK menyatakan bahwa penetapan tersangka Syafruddin telah berdasarkan bukti permulaan yang cukup dan sah menurut Undang-Undang.
Misalnya, bukti pemeriksaan saksi dan hasil ekspose perkara dengan ahli dari BPK mengenai adanya kerugiaan keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 3,7 triliun.
Prosedur penanganan perkara dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan disebut sudah dilakukan sesuai KUHAP, UU Tindak Pidana Korupsi, dan UU KPK.
Pada poin ketiga, KPK menyatakan perbuatan Syafruddin melakukan penghapusan piutang petambak plasma yang seharusnya menjadi tanggung jawab Sjamsul Nurslim, bertentangan dengan Pasal 37 ayat 1 dan 2 huruf c UU Nomor 1 Tahun 2004.
Pasal 1 berbunyi, piutang negara dan daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan, kecuali mengenai piutang negara/daerah yang cara penyelesaiannya diatur diatur tersendiri dalam undang-undang.