MAKASSAR, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menjelaskan, rencana menginvestasikan dana haji untuk pembangunan infrastruktur bertujuan untuk menghindari risiko inflasi nilai rupiah terhadap dollar AS.
Menurut Kalla, dana haji yang disimpan oleh pemerintah saat ini berasal dari uang muka yang dibayarkan untuk keberangkatan pada 10 hingga 15 tahun ke depan.
Sementara, pemerintah harus membayarkan biaya haji dalam mata uang dollar AS yang dibayarkan menjelang keberangkatan.
"Dana itu tentu ada risikonya, karena ongkos hajinya itu dibayar dengan dollar. Kalau tidak diupayakan, akan inflasi dan terkait daya beli, maka harus diinvestasikan ke proyek yang menguntungkan yang juga umumnya terkait dengan dollar," ujar Kalla, di Universitas Muhammadyah Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (28/7/2017).
Baca: Jokowi: Bangun Pelabuhan dari Dana Haji, Kenapa Tidak?
Kalla menjelaskan, pemerintah memilih menginvestasikan dana haji di bidang infrastruktur karena dinilai lebih menguntungkan, misalnya pembangunan jalan tol.
Jika dihitung per tahun, keuntungan yang dihasilkan bisa mencapai 15 persen.
Selain itu, lanjut Kalla, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan menginvestasikan di sektor lain yang lebih menguntungkan, seperti perkebunan sawit.
"Katakanlah jalan tol, kalau keuntungannya saja 15 persen per tahun akan lebih tinggi dari inflasi. Harus diinvestasikan ke lebih tinggi dari inflasi kalau tidak akan bangkrut bisa-bisa tidak naik haji. Itu alasannya," ujar dia.
Presiden Joko Widodo ingin agar dana haji yang disimpan pemerintah bisa diinvestasikan untuk pembangunan infrastruktur.
Hal ini disampaikan Jokowi usai melantik Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/7/2017).
Jokowi menekankan bahwa pengelolaan keuangan haji adalah hal yang paling penting.
"Jadi, bagaimana uang yang ada, dana yang ada ini, bisa dikelola, diinvestasikan ke tempat-tempat yang memberikan keuntungan yang baik," kata Jokowi.