Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah Nilai UU Pemilu Dapat Ciptakan Ketidakstabilan Politik

Kompas.com - 21/07/2017, 14:18 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah mengatakan, Undang-Undang Pemilu yang baru saja disahkan dalam rapat paripurna pada Jumat (21/7/2017) dini hari akan menciptakan ketidakpastian politik di masa yang akan datang.

Fahri menilai wajar apabila ada pihak-pihak yang tidak terima dengan pengesahan tersebut dan bersiap mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia yakin para penggugat akan menang.

Menurut Fahri, UU Pemilu yang baru disahkan ini kontradiktif, khususnya dari sisi persyaratan pencalonan presiden. Dia mencontohkan mengenai aturan perolehan suara dalam Pemilu 2014 yang menjadi syarat untuk maju di Pemilu 2019.

"Ini menciptakan ketidakpastian politik, dan itu bisa menciptakan manajemen politik yang tidak bisa terkendali," kata Fahri di Gedung Parlemen Senayan, Jumat.

Misalnya saja, kata dia, partai politik yang pada tahun ini mendapatkan 30-40 persen suara nasional, tentunya selama lima tahun ke depan akan bisa kampanye untuk mengajukan calon sendiri pada periode pemilu berikutnya.

Meskipun, pada tahun ini partai yang bersangkutan tidak bisa mengusung calon sendiri, karena capaian suara di periode sebelumnya tidak memenuhi persyaratan.

"Itu bisa menciptakan instabilitas politik. Sebab, partai yang dapat lebih dari 20 persen itu bisa menantang pemerintah yang ada. Dia punya kandidat alternatif untuk lima tahun yang akan datang," kata Fahri.

Lebih lanjut dia berpendapat, seharusnya sudah tidak ada lagi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, apabila pemilu presiden dilangsungkan serentak bersama pemilu legislatif.

DPR-RI mengesahkan RUU Pemilu untuk menjadi undang-undang setelah melalui mekanisme yang panjang dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Kamis (20/7/2017) malam hingga Jumat (21/7/2017).

Keputusan diambil setelah empat fraksi yang memilih RUU Pemilu dengan opsi B, yaitu presidential threshold 0 persen, melakukan aksi walk out.

Dengan demikian, DPR memilih opsi A, yaitu presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional, secara aklamasi. Sebab, peserta rapat paripurna yang bertahan berasal dari enam fraksi yang menyetujui opsi A.

Empat fraksi yang melakukan aksi walk out itu adalah Fraksi Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi PAN, dan Fraksi Demokrat.

(baca: Diwarnai Aksi "Walk Out", DPR Sahkan UU Pemilu)

Selain itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra juga berencana mengajukan uji materi ke MK. Menurut Yusril, ketentuan presidential threshold bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) jo Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.

"Saya akan melawan UU Pemilu yang baru disahkan ke MK," kata Yusril, melalui keterangan tertulis, Jumat.

(Baca: Yusril: Saya Akan Lawan UU Pemilu yang Baru Disahkan ke MK)

Kompas TV Pengesahan UU Pemilu Dilakukan DPR Melalui Voting
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com