Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Presidential Threshold" di UU Pemilu Kembali Dipertanyakan

Kompas.com - 21/07/2017, 12:06 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Irmanputra Sidin mengatakan, ambang batas pencalonan presiden atau presidential thereshold 20 - 25 persen yang diakomodasi dalam UU Pemilu tak sesuai konstitusi.

DPR akhirnya mengetok palu RUU Pemilu pada rapat paripurna yang berlangsung hingga Jumat (21/7/2017) dini hari.

Salah satu materi yang menjadi perdebatan Pansus Pemilu, yaitu presidential threshold, akhirnya "diketok palu" 20-25 persen. 

Irman menjelaskan, putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 dan Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 jelas menyebutkan bahwa hak setiap partai politik peserta pemilu mengusulkan pasangan calon presiden.

"Kami saat itu terlibat langsung membidani pengajuan permohona pengujian UU pemilu di MK agar pemilu dilakukan secara serentak yang akhirya dikabulkan oleh MK," kata Irman, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (21/7/2017).

Baca: Mereka yang Sudah Bersiap Gugat UU Pemilu ke MK...

Irman mengatakan, putusan MK juga menegaskan bahwa ambang batas pencalonan presiden tidak ada hubungannya dengan penguatan sistem presidensial.

Ia mencontohkan, penyelenggaraan Pilpres 2004 dan Pilpres 2009. 

Untuk mendapat dukungan, maka calon presiden harus melakukan negosiasi dan tawar-menawar (bargaining) politik dengan partai politik.

Hal ini dinilainya akan memengaruhi jalannya roda pemerintahan di kemudian hari.

"Negosiasi dan tawar-menawar tersebut pada kenyataannya lebih banyak bersifat taktis dan sesaat daripada bersifat strategis dan jangka panjang, misalnya karena persamaan garis perjuangan partai politik jangka panjang," kata Irman.

Baca: Yusril: Saya Akan Lawan UU Pemilu yang Baru Disahkan ke MK

Dengan adanya tawar-menawar ini, menurut Irman, Presiden akan sangat tergantung pada partai-partai politik.

Praktik seperti ini dianggap mereduksi posisi presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan.

"Syarat ambang batas yang telah diputuskan DPR dan pemerintah sebenarnya syarat untuk 'menyandera' Presiden yang berkuasa, yang justru melemahkan kekuasaan presidensial," kata Irman.

Irman menilai, ambang batas tersebut sesungguhnya ingin melanggengkan fenomena "kawin paksa" capres, karena hak setiap parpol sebagai peserta pemilu untuk mengajukan pasangan calon presiden telah dilanggar. 

DPR bersama pemerintah telah mengesahkan RUU Pemilu untuk menjadi undang-undang setelah melalui mekanisme yang panjang dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Kamis (20/7/2017) malam hingga Jumat (21/7/2017) dini hari.

Keputusan diambil setelah empat fraksi yang memilih RUU Pemilu dengan opsi B, yaitu presidential threshold 0 persen, melakukan aksi walk out.

Empat fraksi tersebut yakni Gerindra, Demokrat, PKS dan PAN.

Sementara, enam fraksi yang bertahan yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, Hanura, PKB dan PPP menyetujui opsi A.

Dengan demikian, DPR secara aklamasi memilih opsi A, yaitu presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.

Kompas TV Pernyataan Sikap Fraksi yang ‘Walk Out’ di Sidang RUU Pemilu

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com