Fahri menilai wajar apabila ada pihak-pihak yang tidak terima dengan pengesahan tersebut dan bersiap mengajukan gugatan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dia yakin para penggugat akan menang.
Menurut Fahri, UU Pemilu yang baru disahkan ini kontradiktif, khususnya dari sisi persyaratan pencalonan presiden. Dia mencontohkan mengenai aturan perolehan suara dalam Pemilu 2014 yang menjadi syarat untuk maju di Pemilu 2019.
"Ini menciptakan ketidakpastian politik, dan itu bisa menciptakan manajemen politik yang tidak bisa terkendali," kata Fahri di Gedung Parlemen Senayan, Jumat.
Misalnya saja, kata dia, partai politik yang pada tahun ini mendapatkan 30-40 persen suara nasional, tentunya selama lima tahun ke depan akan bisa kampanye untuk mengajukan calon sendiri pada periode pemilu berikutnya.
Meskipun, pada tahun ini partai yang bersangkutan tidak bisa mengusung calon sendiri, karena capaian suara di periode sebelumnya tidak memenuhi persyaratan.
"Itu bisa menciptakan instabilitas politik. Sebab, partai yang dapat lebih dari 20 persen itu bisa menantang pemerintah yang ada. Dia punya kandidat alternatif untuk lima tahun yang akan datang," kata Fahri.
Lebih lanjut dia berpendapat, seharusnya sudah tidak ada lagi ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, apabila pemilu presiden dilangsungkan serentak bersama pemilu legislatif.
DPR-RI mengesahkan RUU Pemilu untuk menjadi undang-undang setelah melalui mekanisme yang panjang dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Kamis (20/7/2017) malam hingga Jumat (21/7/2017).
Keputusan diambil setelah empat fraksi yang memilih RUU Pemilu dengan opsi B, yaitu presidential threshold 0 persen, melakukan aksi walk out.
Dengan demikian, DPR memilih opsi A, yaitu presidential threshold sebesar 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional, secara aklamasi. Sebab, peserta rapat paripurna yang bertahan berasal dari enam fraksi yang menyetujui opsi A.
Empat fraksi yang melakukan aksi walk out itu adalah Fraksi Gerindra, Fraksi PKS, Fraksi PAN, dan Fraksi Demokrat.
(baca: Diwarnai Aksi "Walk Out", DPR Sahkan UU Pemilu)
Selain itu, Ketua Umum Partai Bulan Bintang, Yusril Ihza Mahendra juga berencana mengajukan uji materi ke MK. Menurut Yusril, ketentuan presidential threshold bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) jo Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.
"Saya akan melawan UU Pemilu yang baru disahkan ke MK," kata Yusril, melalui keterangan tertulis, Jumat.
(Baca: Yusril: Saya Akan Lawan UU Pemilu yang Baru Disahkan ke MK)
https://nasional.kompas.com/read/2017/07/21/14181151/fahri-hamzah-nilai-uu-pemilu-dapat-ciptakan-ketidakstabilan-politik