JAKARTA, KOMPAS.com - Dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, menyampaikan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Keduanya merupakan terdakwa dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Dalam nota pembelaannya, Irman menjelaskan kepada hakim mengenai keunggulan dan manfaat proyek pengadaan e-KTP yang menggunakan anggaran hingga Rp 5,9 triliun itu.
Ia juga mengutarakan keberhasilan proyek nasional itu.
"Sejak saya diberikan kepercayaan sebagai Dirjen yang definitif, dengan niat tulus saya bertekad mensukseskan proyek ini. Saya sangat yakin e-KTP akan memberikan manfaat luar biasa pada rakyat," ujar Irman.
Baca: Terdakwa E-KTP Menyesal Tak Bisa Hindari Intervensi DPR dan Sekjen Kemendagri
Menurut Irman, e-KTP bertujuan untuk menjamin ketunggalan data identitas dan menghindari KTP palsu.
Selain itu, e-KTP juga dapat digunakan untuk melakukan validasi data, menjamin efektivitas dan efisiensi pelayanan publik, serta menjamin validasi data pemilih dalam pemilihan umum.
"Pada saat ini, penduduk Indonesia berjumlah 259 juta jiwa. Dari jumlah itu, wajib KTP sebesar 182 juta jiwa. Kemudian yang sudah merekam data e-KTP sebanyak 173 juta jiwa," kata Irman.
Menurut Irman, di akhir masa jabatannya sebagai Dirjen, sudah ada 50 lembaga yang memaparkan data e-KTP secara online dengan Kementerian Dalam Negeri.
Baca: Terdakwa Kasus E-KTP Berterima Kasih pada Pimpinan KPK
Sebagai contoh, menurut Irman, digunakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk data pemilih.
Kemudian, digunakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Bank Mandiri, Bank BNI dan Bank BCA, untuk meningkatkan pelayanan pada nasabah.
Irman mengatakan, Korps Lalu Lintas Pori juga telah menfaatkan data kependudukan e-KTP untuk meningkatkan efektivitas dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Tak hanya itu, data e-KTP juga telah digunakan oleh Komisi Yudisial, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
"Data e-KTP yang telah lengkap dengan iris mata dan sidik jari yang datanya terjamin sebanyak 173 juta adalah modal peningkatan efektivitas pelayanan publik dan keamanan masyarakat," kata Irman.
Irman dan mantan Direktur Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto, didakwa merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam proyek pembuatan e-KTP.
Irman dan Sugiharto masing-masing dituntut 7 tahun dan 5 tahun penjara oleh jaksa KPK.
Selain itu, kedua terdakwa juga dituntut membayar denda. Irman dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, sementara Sugiharto dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut jaksa, kedua terdakwa terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.
Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.
Dalam surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya sebesar 573.700 dollar AS, Rp 2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura.
Sementara, Sugiharto diperkaya sebesar 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta. Kedua terdakwa juga diyakini ikut memperkaya orang lain dan korporasi.