JAKARTA, KOMPAS.com - Dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, menyampaikan nota pembelaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/7/2017).
Keduanya merupakan terdakwa dalam kasus korupsi proyek e-KTP.
Dalam nota pembelaan, keduanya menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), atas dikabulkannya permohonan mereka sebagai justice collaborator.
"Saya ucapkan terima kasih pada pimpinan KPK atas dikabulkannya permohonan saya sebagai pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum, atau sebagai justice collaborator," ujar Sugiharto saat membacakan pleidoi.
(baca: KPK Tetapkan Dua Terdakwa Kasus E-KTP sebagai Justice Collaborator)
Irman mengatakan, dalam persidangan sebelumnya, ia dan Sugiharto telah mengungkapkan kebenaran dan fakta yang terjadi sesungguhnya dalam proyek e-KTP.
Termasuk peran pihak-pihak lain yang disebut mengintervensi jalannya pembahasan anggaran e-KTP.
"Sudah dibongkar semua yang saya ketahui, saya dengar dan saya lihat. Yang saya ketahui dari Pak Sugiharto sudah saya sampaikan semua," kata Irman.
(baca: Terdakwa E-KTP Menangis Saat Sampaikan Permohonan Maaf kepada Keluarga)
Kedua mantan pejabat Kemendagri tersebut didakwa merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam proyek pembuatan e-KTP.
Irman dan Sugiharto, masing-masing dituntut 7 tahun dan 5 tahun penjara oleh jaksa KPK.
Selain itu, kedua terdakwa juga dituntut membayar denda. Irman dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan, sementara Sugiharto dituntut membayar denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan.
Menurut jaksa, kedua terdakwa terlibat dalam pemberian suap terkait proses penganggaran proyek e-KTP di DPR RI, untuk tahun anggaran 2011-2013.
(baca: Gelar Perkara, KPK Segera Umumkan Tersangka Baru Kasus E-KTP)
Selain itu, keduanya terlibat dalam mengarahkan dan memenangkan perusahaan tertentu untuk menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.
Dalam surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya sebesar 573.700 dollar AS, Rp 2,9 miliar dan 6.000 dollar Singapura.
Sementara, Sugiharto diperkaya sebesar 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta.
Kedua terdakwa juga diyakini ikut memperkaya orang lain dan korporasi.
Meski demikian, keduanya ditetapkan oleh KPK sebagai justice collaborator. Keduanya dinilai mau mengakui kesalahan dan bersedia mengungkap peran pelaku lain yang terlibat dalam kasus ini.