JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah 19 tahun reformasi di Indonesia, keterbukaan informasi publik dinilai masih menjadi persoalan.
Hingga saat ini, masyarakat masih kesulitan saat berupaya meminta data dan informasi publik kepada Negara.
Hal tersebut dikeluhkan organisasi non-pemerintah Greenpeace Indonesia, dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).
Kedua lembaga ini sama-sama merasa kesulitan saat mengakses informasi kepada pemerintah.
"Semangat pemerintah yang terbuka dan partisipatif dalam Nawacita sebenarnya menunjukan adanya niat baik. Tapi, dalam implementasinya belum bisa terwujud, karena ada penolakan informasi publik yang coba kami akses," ujar Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Ratri Kusumohartono dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (28/5/2017).
Menurut Ratri, saat ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menutup rapat informasi publik terkait data kehutanan.
Meski telah ada putusan Komisi Informasi Pusat (KIP), KLHK tetap menolak memberikan data informasi kehutanan.
Menurut Ratri, KLHK justru mengajukan banding putusan KIP tersebut melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Padahal dokumen itu akan membantu teman-teman yang ahli pemetaan untuk mengukur deforestasi. Kemudian untuk memantau potensi titik api saat kebakaran hutan," kata Ratri.
(baca: Menurut Kontras, Ada Upaya Lemahkan Putusan KIP soal Dokumen TPF Munir)
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan