Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SETARA Institute: Kasus Penodaan Agama Menguat Pasca Reformasi

Kompas.com - 24/05/2017, 16:35 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Riset SETARA Institute Ismail Hasani memaparkan, dari 97 kasus penodaan agama sejak 1965 sampai dengan 2017 (sudah termasuk kasus Basuki Tjahaja Purnama), sebanyak 88 kasus di antaranya terjadi pasca era reformasi 1998.

“Sebanyak 9 kasus terjadi di masa pra-reformasi. Justru pasca-reformasi ’98 kasus ini jumlahnya luar biasa banyak, 88 kasus,” kata Ismail dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (24/5/2017).

Dari 97 kasus itu, sebanyak 21 kasus di antaranya diselesaikan di luar pengadilan dan sebanyak 76 kasus diselesaikan melalui proses pengadilan.

Ismail mengatakan ada banyak penjelasan mengapa kasus penodaan agama justru menguat di masa setelah reformasi. Salah satu penjelasannya yaitu transisi politik di Indonesia yang tidak berjalan normal, sebagaimana teori-teori transisi yang terjadi di banyak negara.

Ismail menjelaskan, secara teori ada dua kecenderungan yang muncul dalam sebuah proses transisi politik.

 

(Baca: Indonesia Diminta Hapus Pasal Penodaan Agama Saat UPR Dewan HAM PBB)

Pertama, rezim lama akan kembali berkuasa pasca pergolakan satu episode politik. Kedua, rezim baru dengan nilai baru, dengan aktor baru akan mampu mengokohkan pranata bernegara yang baru.

Sementara itu, kata Ismail, yang terjadi di Indonesia adalah munculnya kekuatan ketiga dalam proses transisi politik.

“Kekuatan ketiga ini tidak mempunyai modal politik, selain agama,” kata Ismail.

“Kekuatan ketiga ini justru mereka menunggangi seluruh proses politik demokratis, tetapi untuk mempromosikan nilai-nilai yang bertentangan dengan demokrasi,” lanjut dia.

Siapa mereka?

Ismail menyebut, aktor-aktornya ada di tubuh partai politik hingga pemerintahan.

Bukti aktor-aktor tersebut menyebarkan paham yang betentangan dengan demokrasi tercermin dalam perilaku diskriminatif yang mulai bermunculan. 

(Baca: Yusril: Pasal Penodaan Agama Harus Tetap Ada)

Komnas Perempuan menyebut ada 421 Perda diskriminatif yang mendiskriminasi orang atas dasar agama, etnis, gender. Sebanyak 421 regulasi ini, sebut Ismail, adalah bagian dari ekspresi kekuatan ketiga.

Halaman:


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com