Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ujian Demokrasi dan Kebangsaan Kita

Kompas.com - 23/05/2017, 20:37 WIB

oleh: Agus Harimurti Yudhoyono

Presiden Joko Widodo berkata akan menggebuk para pelanggar konstitusi, Rabu (17/5), di Istana Negara. Ini pernyataan paling keras yang pernah dilontarkan Presiden Jokowi di era kepemimpinannya.

Beberapa media nasional bahkan mengulas penggunaan kata gebuk yang dinilai angker. Kata gebuk ini juga pernah digunakan Presiden Soeharto pada 1989 dengan konteks yang sama, menggebuk pelanggar konstitusi.

Apa artinya jika kepala negara memberi peringatan keras seperti itu? Harus diakui, saat ini kita sedang menghadapi ujian demokrasi dan kebangsaan.

Soal kebinekaan

Akhir-akhir ini, kita melihat media massa didominasi oleh pro-kontra soal kebinekaan. Sebenarnya, ini wacana yang baik menjelang Hari Kebangkitan Nasional. Namun, wacana kebinekaan yang hiruk-pikuk ini justru tidak konstruktif.

Mengapa demikian? Kebinekaan ini dimunculkan sebagai identitas eksklusif kelompok tertentu untuk membedakan diri dengan kelompok lainnya. Padahal, karakter sejati kebinekaan adalah inklusif, merangkul semua suku, ras, agama, dan golongan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bahkan, di media sosial, ada polarisasi tajam antara kubu yang melabel dirinya sebagai bineka dan yang dilabelkan sebagai tidak bineka. Praktis tidak ada dialog. Hal ini menunjukkan terjadinya efek yang dikenal sebagai echo chambers. Apa artinya? Polarisasi membuat setiap kubu hanya mendengar gema suara mereka sendiri.

Kita, yang selama ini membanggakan persatuan dalam keberagaman, layak bertanya-tanya: ”Akankah persatuan ini langgeng? Apakah keberagaman itu justru jadi sumber malapetaka bagi generasi mendatang?”

Situasi hari ini tentu mengusik alam pikiran kita. Seolah-olah negeri ini terbelah menjadi dua kutub yang saling berhadapan, ”Pro-Kebinekaan” versus ”Pro-Islam”.

Di satu pihak, ada yang beranggapan seolah-olah Islam tidak lagi kompatibel dengan nilai-nilai demokrasi. Sebaliknya di pihak lain, tidak sepenuhnya memahami dan menerima nilai-nilai kebinekaan. Realitas ini bagaikan api dalam sekam.

Dalam hal ini, saya berdoa semoga tidak ada pemantik yang akan membuat api membesar dan melalap segalanya. Cukup sudah kita mengalami kerusuhan-kerusuhan sosial, yang memutus tali persaudaraan dan kebangsaan seperti di masa lalu.

Kita membaca bahwa saat ini ada kontestasi yang sengit. Sebagian karena warisan kompetisi politik nasional tahun 2014 yang belum tuntas. Dampaknya kental mewarnai pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017 kemarin. Warga Jakarta seolah terkunci hanya pada dua pilihan yang berseberangan.

Manipulasi persepsi

Kontestasi yang sengit dalam politik itu biasa. Yang luar biasa, kalau itu dilakukan dengan memanipulasi persepsi publik. Kita melihat produksi informasi menyesatkan (hoaks), fitnah, dan ujaran kebencian yang meningkat pesat serta tersirkulasi ke mana-mana, menjangkau hampir semua orang dari berbagai latar belakang, di mana pun mereka berada, dan seketika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

Nasional
Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Nasional
Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Nasional
Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Nasional
DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

Nasional
Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Nasional
Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Nasional
KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

Nasional
Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Nasional
KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com