"Pak Gi (Sugiharto) yang minta semua catatan itu dibuang atau dimusnahkan," kata Junaidi.
Sugiharto, kata Junaidi, mengaku juga diperintahkan oleh Irman untuk membakar dokumen.
(Baca: Staf Dukcapil Diperintahkan Bakar Dokumen Setelah KPK Usut Kasus E-KTP)
Perintah itu dilakukan antara sebelum atau sesudah penggeledahan di Kemendagri oleh KPK.
Dokumen yang dimaksud antara lain catatan surat pertanggungjawaban fiktif yang dibuat Junaidi untuk menutupi uang Rp 2,5 miliar yang dipinjam Sugiharto.
Namun, ia mengaku tak mengetahui mengapa catatan tersebut harus dimusnahkan.
"Saya buang di tempat sampah, ada yang saya bakar juga," kata Junaidi.
Junaidi mengatakan, catatan yang dibakar tersebut merupakan data di luar dana pagu.
Selaku bendahara, Junaidi mengelola dana pagu untuk kepentingan perekaman e-KTP oleh tim supervisi di daerah.
Anak buah diminta cari pinjaman
Junaidi mengaku pernah diminta Irman untuk mencari pinjaman uang dalam waktu singkat.
Hari itu juga dia harus mendapatkan pinjaman uang, namun tidak disebutkan berapa jumlahnya.
Menurut Junaidi, dia kerap diminta mencari pinjaman untuk membayar tim supervisi yang melakukan perekaman data di daerah.
(Baca: Terdakwa e-KTP Minta Uang, Anak Buah Sampai Harus Gadai BPKB Mobil)
Karena butuh pinjaman dalam waktu singkat, Junaidi akhirnya menggadaikan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) miliknya untuk memenuhi permintaan Irman.
Ia menggadaikan BPKB mobil ke Bambang, rekan sesama bendahara sebesar Rp 100 juta.
Namun, hingga saat ini, uang Junaidi belum dikembalikan oleh Irman satu rupiahpun.
Junaidi selama ini menyicil sendiri Rp 100 juta itu ditambah bunga untuk menebus BPKB mobilnya. "Sampai sekarang masih kurang Rp 10 juta lagi," kata Junaidi.