Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Praperadilan Miryam, Saksi Ahli Jelaskan soal Keterangan dalam BAP

Kompas.com - 17/05/2017, 13:50 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang praperadilan yang diajukan anggota Komisi II DPR RI periode 2009-2014 Miryam S Haryani terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali digelar hari ini.

Pihak Miryam menghadirkan dua saksi ahli dalam sidang ini. Saksi ahli pertama yang dihadirkan di muka sidang yakni ahli hukum pidana formil dan materiel, Chairul Huda.

Salah satu pencara Miryam, Mita Mulia, menanyakan apakah boleh saksi mencabut berita acara pemeriksaan dalam sidang.

Chairul kemudian menjawab, bahwa keterangan saksi yang harus dipegang ialah keterangan yang ada di muka sidang, bukan yang ada di BAP dengan penyidik. Menurut Chairul, keterangan saksi di sidang yang harus dipegang.

"Ketika keterangan saksi di muka sidang berbeda dengan BAP, maka yang dipegang yang di muka sidang. Itu yang harus dipandang benar," kata Chairul, di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (17/5/2017).

Menurut Chairul, BAP itu adalah keterangan sementara, sehingga belum bisa menjadi alat bukti.

Mita Mulia kemudian bertanya apakah keterangan saksi di dalam sidang bisa jadi alat bukti pemberian keterangan tidak benar.

Chairul menyatakan, secara umum bisa saja. Namun, kalau rujukannya BAP untuk menyatakan seseorang memberikan keterangan tidak benar, menurut Chairul, hal itu tidak boleh dilakukan.

"Kalau dalam BAP katakan dia mengatakan A, disidang B, A ini tidak bisa jadi alat bukti untuk mengatakan yang di sidang tidak benar," ujar Chairul.

"Tidak bisa kita nyatakan orang bersalah mememuhi unsur delik hanya berdasarkan keterangan sendiri," kata dia.

Mita bertanya, apakah BAP yang dibuat tanpa sumpah bisa jadi alat bukti.

"Tidak. Dalam konteks itu BAP tidak boleh untuk bukti," ujar Chairul.

Pengacara KPK, Indra, sempat menyinggung soal BAP yang tidak dibuat di bawah sumpah, yang menurut Chairul tidak bisa jadi bukti.

Indra mengatakan, pada Pasal 187 KUHAP alat bukti yang sah adalah surat. Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat 1 huruf c, lanjut Indra, adalah berita acara yang dibuat pejabat berwenang.

Indra bertanya ke ahli, dalam Pasal 187 KUHAP itu tidak tersirat BAP itu harus disumpah.

Namun, menurut Chairul, BAP tidak dapat jadi alat bukti.

"Dalam konteks Pasal 242 KUHP, maka BAP saksi di penyidik tidak boleh digunakan untuk mengkriminalisasi dia karena keterangan di hadapan muka sidang. Kalau mau buktikan (keterangan tidak benar), silakan dengan bukti lain," ujar Chairul.

(Baca juga: KPK Merasa Berwenang Selidiki Keterangan Palsu Miryam)

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Miryam membantah semua keterangan yang ia sampaikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) soal pembagian uang hasil korupsi e-KTP.

Dalam BAP itu, Miryam menjelaskan pembagian uang dalam kasus e-KTP. Menurut dia, sebenarnya tidak pernah ada pembagian uang ke sejumlah anggota DPR RI periode 2009-2014, sebagaimana yang dia beberkan sebelumnya kepada penyidik.

Miryam bahkan mengaku diancam oleh penyidik KPK saat melengkapi BAP.

Namun, Majelis hakim merasa ada yang janggal terhadap bantahan Miryam. Sebab, dalam BAP Miryam dapat menjelaskan secara rinci kronologi penerimaan uang dalam proyek e-KTP.

Bahkan, Miryam menyebut nama-nama anggota DPR lain yang ikut menerima suap. Meski dikonfrontasi oleh tiga penyidik KPK, Miryam tetap pada keterangannya sejak awal persidangan.

Untuk membuktikan bahwa tidak ada tekanan dalam pemeriksaan terhadap Miryam, KPK pun memutar video pemeriksaan dalam persidangan dengan terdakwa mantan pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.

(Baca: Jaksa Putarkan Video Pemeriksaan Miryam S Haryani dalam Sidang E-KTP)

Kompas TV Kuasa hukum pemohon menilai, penetapan tersangka Miryam S Haryani menyalahi pasal 174 KUHAP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Abaikan PDI-P, MPR: Tak Ada Alasan untuk Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

Pemerintah Tegaskan Tak Ragu Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Tangani ODGJ di Sumba Timur, Mensos Risma Minta Pemda dan Puskesmas Lakukan Ini

Nasional
Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club', Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club", Jokowi Usul Pertemuannya Dua Hari Sekali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com