Bergesernya Jokowi dari DKI-1 menjadi RI-1 dan tongkat estafet dilanjutkan wakilnya dari DKI-2 menjadi DKI-1, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi mimpi buruk bagi kebanyakan kerajaan bisnis Indonesia yang dibangun dari peninggalan pola lama patron dan oligarki.
Mimpi buruk tak berhenti di situ saja, mimpi buruk terus meluas di kalangan birokrasi, dewan dan seluruh jajaran pemerintahan DKI Jakarta. Tanah Abang yang ditertibkan sejak zaman Jokowi, penertiban seluruh urusan kependudukan, urusan birokrasi, urusan anggaran APBD, dan seribu-satu urusan lainnya.
Jakarta adalah Ibu Kota Indonesia, cermin dan wajah Indonesia. Akhirnya untuk pertama kalinya semenjak masa kepemimpinan Ali Sadikin, wajah Jakarta bertransformasi total. Rumah-rumah kumuh di pinggiran Waduk Pluit lenyap seketika, Kalijodo yang memiliki sejarah panjang (sebanding dengan Dolly Surabaya) lenyap, jalan-jalan, trotoar, sungai, taman-taman kota, ruang terbuka hijau, perijinan, dan banyak lagi aspek bertransformasi total.
Sungguh sayang sekali jika transformasi wajah Ibu Kota Indonesia ini akan berhenti dan segera kembali ke wajah lamanya.
Semoga tidak terjadi. Masih ada setitik 'harapan utopia' bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih yang baru ini minimal bisa melanjutkan transformasi total ini atau bahkan melakukan terobosan-terobosan baru.
Namun sepertinya bahkan setitik 'harapan utopia' pun hanyalah harapan belaka. Tak perlu menunggu lama, Tanah Abang dalam hitungan hari sudah kembali ke khitah-nya semula yang super macet, super semrawut.
Tentu saja bukan 'salah' mantan Gubernur DKI yang tersandung kasus hukum (lagi-lagi) berbungkus agama, juga tentu saja bukan 'salah' Gubernur Plt yang menjabat sampai Oktober 2017, tentu saja bukan 'salah' Gubernur baru yang terpilih. Mental masyarakat sendiri ternyata masih perlu revolusi mental; tepat sekali yang diserukan Jokowi sejak awal pemerintahannya.
Pada akhir Pemerintahan SBY, yang tidak banyak orang tahu, ada satu pabrik semen yang mengawali pembangunannya di Manokwari. Oleh Jokowi dikebut total dengan program internasional One Belt One Road (OBOR), menggandeng pemerintah China menggeber pembangunan pabrik semen di Indonesia Timur untuk mendukung program pembangunan besar-besaran infrastruktur di seluruh Indonesia terutama fokus di Indonesia Timur.
Jokowi menyampaikan: "saya ingin rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke bisa membangun rumah tembok dengan harga wajar".
Semen di Papua yang dulunya satu sak Rp 1 juta atau lebih dalam waktu tak lama meluncur turun menjadi harga wajar Rp. 50.000-60.000. Pembangunan pabrik semen ini tidak berhenti di Manokwari saja, digeber di Banjarmasin, Manado, Palu dan Makassar.