Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICJR Minta Anak yang Terlibat Kasus Terorisme Tak Dipidana

Kompas.com - 02/04/2017, 14:20 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono mengkritisi sejumlah pasal yang dibahas Panja Pansus Revisi Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Terorisme) pada 29-30 Maret 2017.

Salah satunya Pasal 16 A yang mengatur pidana bagi orang yang melibatkan anak dalam terorisme. Pasal tersebut menyatakan bahwa dalam hal tindak pidana terorisme yang dilakukan oleh anak, pidana yang dijatuhkan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak.

Dalam hal pelaku tindak pidana terorisme melibatkan anak, pidana yang dijatuhkan ditambah setengah dari pidana yang diancamkan.

"Terhadap anak-anak ini, ICJR mendorong agar tidak dipidana penjara," ujar Supriyadi melalui keterangan tertulis, Minggu (2/4/2017).

Baca: ICJR: Kompensasi bagi Korban Terorisme Harus Diatur Spesifik

Alih-alih menjatuhkan pidana, hakim diminta memerintahkan agar anak tersebut menjalani program rehabilitasi dan deradikalisasi. Supriyadi menganggap, anak yang terkait terorisme merupakan bagian dari korban jaringan kejahatan terorisme.

Pasal lain yang dikiritisi yaitu Pasal 14 A mengenai penghasutan untuk terorisme. Pasal tersebut ditujukan bagi setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan ucapan, sikap atau perilaku, tulisan, atau tampilan yang dapat mendorong perbuatan atau tindakan kekerasan atau anarkisme atau tindakan yang merugikan individu atau kelompok tertentu atau merendahkan harkat dan martabat atau mengintimidasi individu atau kelompok tertentu yang mengakibatkan tindak pidana terorisme.

Pelakunya bisa dijerat pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun. Menurut Supriyadi, rumusan tersebut tidak jelas dan rancu.

"Apabila yang dimaksudkan adalah untuk menggerakkan orang melakukan tindak pidana terorisme maka sudah diatur dalam pasal lain," kata Supriyadi.

Baca: Toleransi hingga Terorisme jadi Pembahasan Ketua MPR dengan Zakir Naik

Namun, jika maksud pasal itu yakni semua perbuatan seperti ucapan, perbuatan tingkah laku atau tampilan yang mengakibatkan tindak pidana terorisme, maka pengaturannya menjadi "multi purpose act".

Sebab, kata Supriyadi, pasal ini menjadi bebas ditafsirkan. Ia mendorong agar ketentuan ini diperhatikan secara serius agar tidak menjadi masalah baru.

Menurut dia, perumus membatasi kebebasan berekspresi dalam hal penghasutan untuk melakukan tindakan terorisme, seperti dalam pidato, ceramah ataupun ucapan dan ekspresi lain yang menghasut, menganjurkan atau membenarkan perbuatan terorisme.

"Sehingga lebih baik pasal ini diselaraskan dengan pasal penganjuran dalam Pasal 55 KUHP. Untuk penghasutan maka dapat dilihat Pasal 160 KUHP," kata dia.

ICJR kata Supriyadi, sepakat dengan beberapa usulan revisi penambahan penjelasan bagi beberapa pasal. Namun, panja didorong agar pembahasan RUU terorisme harus secara konsisten memasukkan prinsip-prinsip HAM dalam pembahasan panja.

Prinsip HAM, kata dia, harus menjadi parameter dan landasan krusial dalam pembahasan pasal-pasal RUU antiterorisme.

"Karena dalam pembahasan selanjutnya Panja dan pemerintah akan membahas terkait pasal-pasal upaya paksa terkait penangkapan, penahanan yang menurut ICJR merupakan pasal-pasal yang paling bermasalah," kata Supriyadi.

Kompas TV Menanggapi serangan teror yang terjadi di London, Inggris, Presiden Joko Widodo menyatakan belasungkawa dan menentang keras segala bentuk aksi teror.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com