Mereka sepakat adanya pemberitahuan kepada pimpinan personel yang diperiksa sebagai saksi dan adanya pendampingan hukum.
Padahal, dalam undang-undang diatur bahwa pemeriksaan saksi tidak boleh didampingi oleh penasihat hukum.
Ada pula kesepakatan soal penggeledahan personel penegak hukum yang diduga terkait kasus hukum. Pimpinan personel itu juga harus diberitahu soal penggeledahan.
Menurut Agus, aturan tersebut sah-sah saja dilakukan.
"Kita mengikuti sesuai dengan undang-undang saja. Justru penyempurnaan dari MoU sebelumnya," kata Agus.
Selain itu, disebutkan juga para pihak bisa melalukan pertemuan dengar pendapat untuk mengoptimalkan penanganan perkara korupsi.
Pada Pasal 4, Polri selaku pihak ketiga memberikan bantuan pengamanan personel dan perlengkapannya atas permintaan KPK maupun Kejaksaan.
Para pihak juga bisa saling meminta dan memberikan informasi terkait pelaksanaan tugas masing-masing.
Di sisi lain, ketiga lembaga tersebut juga bisa menentukan data yang bersifat rahasia dalam nota kesepahaman itu.
Data yang disimpan KPK, Polri, maupun Kejaksaan Agung tidak boleh disebarkan ke pihak lain.
Para pihak wajib melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kerja sama, minimal dua kali dalam setahun yang dikoordinasikan pejabat penghubung masing-masing.
Apabila ada perubahan peraturan perundangan yang berlaku setelah penandatanganan MoU ini maka tidak membatalkan ketentuan dalam nota kesepahaman.
Pihak yang ditunjuk sebagai penghubung, yaitu Direktur Pembinaan Jaringan Kerja antarkomisi dan Instansi dari KPK, Kepala Biro Hukum dan Hubungan Luar Negeri dari Kejaksaan Agung, dan Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum dari Polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.