Praktik serupa banyak terjadi di sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan kelautan yang semuanya erat berhubungan dengan perizinan. Kooptasi masif aset-aset nasional dan daerah oleh beberapa perusahaan muskil terjadi tanpa keterlibatan banyak pihak. Bekerjanya korupsi sistemik pada sektor strategis ini berkonsekuensi pada kesenjangan dan kemiskinan terstruktur.
Persekongkolan politisi-pengusaha-penguasa berulang kali terungkap dan merupakan karakteristik umum profil korupsi di Indonesia. Persenyawaan kepentingan di antara ketiganya memorak-porandakan tatanan, membawa dampak serius sangat luas dan mengerikan, terutama jika dikaitkan dengan penguasaan sumber daya alam yang seharusnya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Di sisi lain, kinerja KPK, kepolisian, dan kejaksaan dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi (tipikor) sangat terbatas. Kepolisian rata-rata menangani 1.300-1.400 kasus tipikor per tahun, kejaksaan 300-an kasus, dan KPK hanya 30-35 kasus per tahun. Keterbatasan kapasitas dan pembagian perkara tipikor yang kurang fokus pada tiga institusi penegak hukum tersebut menyebabkan pemberantasan korupsi belum menjadi gerakan masif, terukur, dan terpadu.
Penguatan kapasitas dan perumusan strategi operasi penanganan tipikor kerap dibayangi kekhawatiran tidak sterilnya lembaga-lembaga pemutus keadilan lainnya, seperti MK dan Mahkamah Agung, dari campur tangan politik. Juga otoritas audit, yakni Badan Pemeriksa Keuangan. Perolehan efek jera pada pelaku tipikor akan sukar didapat manakala tiada sinergi di antara institusi penegak hukum.
Laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut bahwa hukuman koruptor dari tahun ke tahun semakin ringan, divonis hakim rata-rata 2 tahun 1 bulan selama Januari-Juni 2016 dari 325 perkara (384 terdakwa). Tren vonis ringan koruptor itu tidak banyak berubah di berbagai tingkat pengadilan 2012-2016.
Menjadi jelas, pencegahan dan pemberantasan kejahatan luar biasa ini masih perlu waktu panjang, terjal, dan berliku. Perlawanan balik (corruption fight back) dari para pelaku korupsi dan kroninya lewat berbagai cara-antara lain dengan merevisi UU KPK-juga tak pernah surut. Namun, satu hal yang pasti, negara yang gagal memberantas korupsi mustahil akan bisa menghadirkan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Suwidi Tono
Koordinator Forum "Menjadi Indonesia" dan Koordinator Alumni IPB untuk Gerakan Anti Korupsi (GAK) Lintas Perguruan Tinggi
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Korupsi dan Kemiskinan".