Anggota DPR adalah posisi kepemimpinan politik yang amat penting bagi bangsa dan negara karena berwenang menyusun UU, mengawasi pemerintahan, menyusun anggaran, dan menyeleksi melalui fit and proper test untuk pengisian jabatan kenegaraan: gubernur BI, duta besar, hakim agung, pimpinan BPK, MA, MK, Panglima TNI, dan Kapolri, pengisian pejabat komisioner KPK, KPU, dan BPJS. Sebagai salah satu pilar kekuasaan negara, kita tak bisa membiarkan kinerja DPR menurun. Pileg 2019 harus menjadi alat membentuk DPR yang lebih berkualitas.
Parpol berperan besar dalam menetapkan sistem pileg (UU Pemilu), dan tugas sangat penting dan mulia dari semua parpol adalah memilihkan bagi rakyat dan negara putra-putri terbaik untuk menjadi calon anggota DPR dan DPD sehingga rakyat dapat memilih yang terbaik di antara calon-calon yang baik agar yang terpilih adalah primus interpares, terbaik dari yang baik.
Mekanisme seleksi caleg di parpol sebaiknya transparan, melalui forum debat internal atau penugasan memformulasikan rekomendasi kebijakan partai atas satu isu politik tertentu. Melalui model kegiatan seperti itu akan didapat kader-kader kompeten untuk anggota DPR, peka terhadap masalah sosial, politik, ekonomi, hukum, berkemampuan komunikasi yang baik, berbekal kemampuan konseptual, pengetahuan mendalam mengenai sejarah nasional, sistem dan budaya politik, luas wawasannya mengenai dinamika dunia masa kini, punya potensi jadi intelektual publik, visioner dan memiliki rasionalitas politik.
Perubahan sistem pileg
Untuk menghadirkan DPR yang lebih berkualitas, hasil Pileg 2019 diperlukan rakyat yang sadar untuk memilih wakilnya di lembaga legislatif yang berintegritas, kapabel, dan bermoral, serta penyempurnaan UU Pemilu yang kondusif. Kini waktu yang tepat karena parpol tengah memulai penjaringan untuk menyusun nominasi daftar caleg.
Jika tak dilakukan perubahan sistem pileg, orang-orang baik dan mampu yang tak populer dan tak ber-uang akan sulit jadi anggota DPR. Sangat berbahaya kalau dalam Pileg 2019 terjadi apa yang dalam ungkapan Jawa: "Sing iso ora gelem, sing gelem ora dadi, sing dadi sing ora iso" (Yang mampu tak mau, yang mau tak jadi, yang jadi yang tak mampu).
Untuk Pileg 2019 perlu dikaji sistem campuran, distrik dan proporsional terbuka dan tertutup. Yang terpilih yang memperoleh suara terbanyak, dengan catatan meraih lebih dari 30 persen suara untuk satu kursi. Jika kurang dari 30 persen, dipilih berdasarkan nomor urut. Hal ini akan memberi jalan bagi parpol memperkuat tim di parlemen dengan menempatkan kader bervisi dan berpengalaman dalam pembuatan kebijakan. Harus dijaga agar ekses dari sistem daftar tertutup yang menyuburkan nepotisme dan budaya patron-klien, karena biasanya nomor "jadi" diisi yang dekat dengan ketua umum partai, tidak terulang.
Negara kita yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak ini hidup dalam dunia dengan dinamika yang semakin tinggi, diwarnai perubahan-perubahan cepat, dengan kompleksitas permasalahan yang rumit, disertai tarikan-tarikan kepentingan internasional yang begitu hebat. Sangat tak bisa diterima jika kualitas parlemennya mengkhawatirkan, apalagi karena sesungguhnya sangat banyak orang yang berkualitas dan mampu menjadi wakil rakyat dan dapat membawa DPR menjadi parlemen yang membanggakan.
Peranan parpol di negara demokrasi sangat penting dan strategis, sangat menentukan dalam menghadirkan DPR dan DPRD berkualitas karena perannya amat besar dalam mewarnai sistem pemilu, perekrutan caleg, dan dalam mengartikulasikan aspirasi rakyat. Karena itu, selayaknyalah dipimpin oleh tokoh-tokoh yang tulus mengabdi bagi bangsa, negara, dan rakyat.
Kita berharap pemerintah dan DPR dapat memformulasikan sistem pemilu yang memperbaiki kelemahan sistem proporsional terbuka. Sistem pemilu merupakan alat strategis untuk menciptakan DPR RI 2019-2024 sebagai lembaga tepercaya karena diisi wakil rakyat yang lebih berkualitas, representatif (mewakili semua unsur masyarakat), dan bergerak sinergis memajukan Indonesia di segala bidang. Semoga.
Siswono Yudo Husodo,
Ketua Yayasan Pembina Pendidikan Universitas Pancasila
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Maret 2017, di halaman 6 dengan judul "Mutu Lembaga Legislatif".