Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada 2017 Dianggap Lebih Baik Dibandingkan 2015, Ini Alasannya...

Kompas.com - 26/02/2017, 21:23 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

Kompas TV Puluhan warga Jakarta, Sabtu (18/2) siang, berbondong-bondong menyambangi posko pengaduan tim Ahok-Djarot. Kedatangan mereka untuk melaporkan kesulitan-kesulitan saat pencoblosan di pemungutan suara 15 Februari lalu. Warga yang mengadu banyak mengeluhkan soal nama mereka yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap dan kurangnya sosialisasi syarat pencoblosan bagi warga yang belum terdaftar. Atas laporan warga ini, tim advokasi Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Saiful Hidayat mengatakan akan membawa laporan ini ke Bawaslu DKI Jakarta. Bawaslu DKI Jakarta telah menerima laporan sejumlah pelanggaran pada putaran pertama pilkada Jakarta. Setelah menerima laporan, Bawaslu DKI Jakarta akan mengevaluasi untuk memperbaiki pelaksanaan putaran kedua pilkada nanti. Sejumlah laporan yang telah diterima bawaslu, antara lain soal banyak warga yang tak bisa menggunkan hak pilih pada putaran pertama. Sementara itu, rombongan tim advokasi bersama perwakilan warga Jakarta pendukung pasangan calon nomor urut dua menggeruduk kantor Bawaslu DKI Jakarta di Sunter, Jakarta Utara. Kedatangan mereka bertujuan untuk mengadukan pelangaran yang menurut mereka terjadi saat pilkada Rabu lalu. Warga protes karena nama mereka tidak terdaftar di DPT, meski pada pilkada serta pilpres beberapa tahun lalu ikut berpartisipasi. Tak hanya itu, sejumlah warga juga terdaftar di TPS yang tidak sesuai dengan alamat mereka. PDI Perjuangan meminta KPU Jakarta melakukan pendataan ulang terhadap warga yang tak bisa menggunakan hak pilihnya pada pilkada DKI jakarta lalu. Kekecewaan banyak warga yang tak bisa menggunakan hak pilihnya harus menjadi bahan evaluasi KPU DKI Jakarta sehingga pada pilkada putaran kedua nanti, warga Jakarta bisa menggunakan suaranya untuk memilih pemimpin Ibu Kota yang baru.

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemulihan Umum (KPU) mencatat sejumlah poin perbaikan pelaksanaan Pilkada serentak 2017 dibandingkan tahun 2015.

Komisioner KPU Ida Budhiati juga bersyukur, partisipasi pemilih pada pilkada serentak gelombang kedua ini pun mengalami peningkatan.

"Sejak awal KPU berkomitmen kuat bagaimana terus menerus belajar dari pengalaman Pilkada Serentak 2015 untuk memperbaiki layanan kepada pemilik konstitusi," ujar Ida dalam sebuah acara diskusi di bilangan Kuningan, Jakarta, Minggu (26/2/2017).

Ida mencontohkan, penyederhanaan kategori pemilih. Pada Pilkada Serentak 2015 lalu, salah satu isu yang muncul pada sidang sengketa Perselisihan Hasil Pilkada (PHP) di Mahkamah Konstitusi adalah persoalan pemilih.

Menurutnya, pada Pilkada Serentak lalu terlalu banyak nomenklatur pemilih, seperti Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tetap Tambahan 1 (DPTB-1) hingga Daftar Pemilih Tetap Tambahan 12. Sehingga, terkadang penyelenggara pemilu pun bingung membedakannya.

"Jadi terlalu banyak nomenklaturnya. Juga membawa implikasi aspek kerumitan administrasinya, " tutur Ida.

Sedangkan pada Pilkada Serentak 2017 KPU mengusulkan hanya ada dua kategori pemilih, yaitu DPT dan DPTB saja.

"Jadi kalau DPT masih ada yang belum terdaftar, masih bisa datang ke TPS dengan DPTB, dengan harapan tidak ada lagi problem administrasi pemilih," ucap dia.

Contoh perbaikan kedua adalah pelaksanaan pemungutan suara yang diupayakan serentak 101 daerah. Pada Pilkada Serentak 2015 lalu, ada lima daerah yang Pilkadanya harus ditunda dan tak serentak karena masih menunggu keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

"2017 sudah dimulai dari kerangka hukumnya. Ada 1 klausul yang menyatakan bahwa apabila PTTUN menerbitkan putusan 30 hari melampaui waktu sebelum pemungutan suara, tidak dapat dilaksanakan. Supaya serentak," kata Ida.

Ia bersyukur 101 daerah dapat melaksanakan Pilkada Serentak pada 15 Februari lalu, meski ada daerah yang jadwal rekapitulasi suaranya terlambat. Contohnya, Kabupaten Kepulauan Yapen dan Kabupaten Puncak Jaya.

Kedua daerah itu belum menyelesaikan rekapitulasi suara karena belum menuntaskan rekomendasi Panitia Pengawas (Panwas) setempat untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa wilayah.

Sedianya, tekapitulasi suara tingkat kabupaten dapat diselesaikan pada 22 hingga 24 Februari 2017.

"Ada beberapa pelanggaran prosedur pemungutan suara di Kepulauan Yapen dan Puncak Jaya," ucapnya.

Meski begitu, Ida bersyukur partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2017 cenderung naik jika dibandingkan dengan 2015 lalu.

Dikutip dari situs kpu.go.id, partisipasi pemilih menggunakan hak suaranya di Pilkada Serentak 2015 secara nasional sebesar 69 persen. Sedangkan tahun ini, angkanya mencapai 74,5 persen.

"Kabar baik, untuk Pilkada Serentak 2017 masyarakat lebih baik dibandingkan 2015. Untuk semua secara umum," tutur Ida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Kepala BNPT Apresiasi Densus 88 yang Proaktif Tangkap Residivis Teroris di Cikampek

Nasional
Pertamina Luncurkan 'Gerbang Biru Ciliwung' untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Pertamina Luncurkan "Gerbang Biru Ciliwung" untuk Kembangkan Ekosistem Sungai

Nasional
Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Kriminolog Nilai Penjudi Online Mesti Dipandang sebagai Pelaku Pidana

Nasional
Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Harun Masiku Nyaris Diringkus di 2021, tapi Gagal Akibat KPK Ribut Internal

Nasional
Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Satgas Pangan Polri Awasi Impor Gula yang Masuk ke Tanjung Priok Jelang Idul Adha 2024

Nasional
Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan 'Bargain'

Eks Penyidik KPK Curiga Harun Masiku Tak Akan Ditangkap, Cuma Jadi Bahan "Bargain"

Nasional
Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Sosiolog: Penjudi Online Bisa Disebut Korban, tapi Tak Perlu Diberi Bansos

Nasional
KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

KPK Hampir Tangkap Harun Masiku yang Nyamar Jadi Guru di Luar Negeri, tapi Gagal karena TWK

Nasional
Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Minta Kemenag Antisipasi Masalah Saat Puncak Haji, Timwas Haji DPR: Pekerjaan Kita Belum Selesai

Nasional
Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Timwas Haji DPR RI Minta Kemenag Pastikan Ketersediaan Air dan Prioritaskan Lansia Selama Puncak Haji

Nasional
Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Timwas Haji DPR Minta Oknum Travel Haji yang Rugikan Jemaah Diberi Sanksi Tegas

Nasional
Kontroversi Usulan Bansos untuk 'Korban' Judi Online

Kontroversi Usulan Bansos untuk "Korban" Judi Online

Nasional
Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Tenda Haji Jemaah Indonesia di Arafah Sempit, Kemenag Diminta Beri Penjelasan

Nasional
MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

MUI Minta Satgas Judi Online Bertindak Tanpa Pandang Bulu

Nasional
Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Tolak Wacana Penjudi Online Diberi Bansos, MUI: Berjudi Pilihan Hidup Pelaku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com