Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Kemungkinan

Kompas.com - 08/02/2017, 19:38 WIB

Oleh: Asep Salahudin

Seperti digambarkan John D Caputo, manusia adalah open-endedness, selalu berada dalam banyak kemungkinan. Bergerak dari satu kemungkinan menuju kemungkinan lain, bahkan tidak menutup kemungkinan yang dianggap mustahil pun bisa menjadi kenyataan.

Sering kali apa yang kita cari tidak ditemukan dan yang tidak dicari malah menghampiri di luar prediksi. Yang diburu habis-habisan kian menjauhi, dan tatkala diam sediam-diamnya, apa yang kita kejar dengan sendirinya datang tak terduga.

Manusia tidak sepenuhnya baik, juga tidak selamanya menggambarkan konsep diri yang jahat. Pada praktiknya bandul kebaikan, sebagaimana keburukan, saling menggeser bahkan sering kali bertukar tempat tanpa terlebih dahulu permisi atau dipersilakan. Ada banyak pengalaman konkret yang menggambarkan orang yang semula baik-baik, tetapi ketika menjadi pejabat berubah wujud menjadi korup sekorup-korupnya, atau sebaliknya setelah turun dari kursi beralih peran menjadi resi.

Manusia berdiri dalam kutub tarik-menarik antara menjadi malaikat dan godaan jatuh menjadi setan.Antara langit agung kudus ketuhanan dan terperosok dalam limbo negatif kebinatangan. Yang ilahi dan yang hewani menjadi bagian yang melekat dalam tubuh sekaligus jiwa manusia. Epos penyaliban Nabi Isaatau hikayat miraj Nabi Muhammad adalah sebagian dari penggalan riwayat kenabian yang berupaya memberikan ruang bagi hadirnya ”jiwa” spiritual dan lepasnya ”tubuh” kedagingan.

Saya kira karya sastra bikinan Attar, penyair abad ke-12, Musyawarah Burung, masih relevan direnungkan dan berhasil membuat sebuah alegori tentang pertempuran tak kenal henti antara tarik-menarik ini. Kemungkinan mencapai gunung Qaf, tempat di mana Raja Burung yang bernama Simugh bersinggasana dan tak sedikit juga satwayang terjerembap di jalan menyimpang karena tak mampu mengendalikan nafsunya, terperangkap dalam gelap, terperosok pesona kekuasaan dan godaan kebendaan, dan tak paham arah jalan keluar.

Maka, pada titik ini kehadiran agama dan etika menjadi dipandang penting, minimal keduanya hadir sebagai interupsi moral ketika seseorang terpelanting dalam kekhilafan.Kelahiran agama selalu dimulai dari kondisi kebatinan manusia yang ambigu, moralitas banal, dan situasi politik yang penuh kepura-puraan.

Pertobatan dan permaafan menjadi pintu agar manusia kembali menemukan optimisme dan kediriannya yang telah tercemar. Istigasah dan upacara ritus lainnya yang boleh dihadiri siapa pun juga—tanpa melihat iman, apalagi asal-usul ormasnya—adalah ekspresi kedaifan manusia dan harapan datangnya kebaikan dari Tuhan.

Pluralitas

Walaupun lahir dengan banyak kemungkinan, tetapi satu hal yang semestinya tetap disadari adalah kenyataan bahwa jati diri manusia senantiasa dirumuskan oleh kehadiran yang lain. Bagaimana memosisikan yang ”lain” (liyan) itu? Jawaban dari pertanyaan ontologis inilah yang sejatinya dapat menyelamatkan ruang bersama dan atau mencelakakan semuanya. Sengketa dan pertemanan berawal dari pertanyaan ini.

Kemungkinan selamat ketika pertemuan dengan ”liyan” dipandang sebagai perjumpaan eksistensial, bukan artifisial. Bahwa orang lain bukan sekadar hadir sebagai ornamen pelengkap penderitayang tanpa makna, tetapi justru kehadirannya adalah bagian tak terpisahkan dari eksistensi kita.

Pendasaran diri (dan bangsa) bukan karena identitas etnik, agama, atau budaya, melainkan semata-mata karena kesamaan dan kesetaraan kita sebagai manusia. Ada bersama yang lain bukan sesuatu yang bersifat kesementaraan dan aksidental, melainkan sebuah panggilan abadi yang menjadi keniscayaan.

Dalam idiom Sumpah Pemuda yang digelorakan pada 1928, ruang kebersamaan itu bernama satu tanah air, yakni ”Indonesia”. Kita membutuhkan kebersamaan dalam keindonesiaan agar kita bisa masuk dalam kedirian yang paling dalam.

Pluralitas bukan harus diingkari atau diseragamkan, apalagi ditertibkan dengan jalan kekerasan, tetapi sebagai sebuah panggilan ilahi untuk bersama-sama mewujudkan keadilan dan kebaikan bersama. Maka, sikap toleran menjadi prasyarat mutlak yang semestinya dimiliki setiap kita. Toleran sebagai sikap mental dan etika kebaikan dalam rangka mewujudkan perserikatan yang otentik, perkauman yang solid, dan kebinekaan yang dinamis dan produktif. Toleran sebagai sikap melucuti watak-watak merasa benar dan menang sendiri. Bahkan, Ricoeur menahbiskan toleransi sebagai keutamaan spiritual, tangga menuju sikap juhud (asketis). Sebab, dengan toleransi seseorang tengah berupaya mengekang dirinya dari godaan merasa benar sendiri, sok kuasa, dan pengekangan hasrat mendesakkan keinginannya kepada yang lain.

Sebagaimana intoleransi sebagai bentuk penyangkalan fakta keragaman, ia harus ditampik karena tiga alasan. Pertama, menjadi lahan subur bagi tersemainya sikap curigadan kebencian. Kedua, menjadi sumbu pendek bagi mencuatnya gelaran konflik. Ketiga, dapat merugikan semua pihak. Intoleransi ketika menjadi kekerasan, maka hanya akan melahirkan situasi ”yang kalah jadi abu dan yang menang jadi arang”.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com