Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Patrialis Akbar, Cita-cita Benahi Hukum Berujung Bui

Kompas.com - 26/01/2017, 20:26 WIB
Sabrina Asril

Penulis

Sumber Situs MK

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap tangan hakim konstitusi, Patrialis Akbar pada Rabu (26/1/2017). Patrialis ditangkap KPK di Grand Indonesia, Jakarta Pusat bersama seorang perempua.

Penangkapan Patrialis ini semakin mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia, terutama Mahkamah Konstiusi. Dengan penangkapan Patrialis ini, sudah ada dua hakim MK yang tertangkap menerima suap oleh KPK.

Sebelum menjadi hakim konstitusi, Patrialis memiliki jejak rekam panjang mulai di berbagai lembaga. Patrialis terbilang memiliki pengalaman lengkap di lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Pria yang awalnya berprofesi sebagai advokat itu pernah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Reformasi (1999-2004) dengan menjadi anggota Komisi II yang membawahi bidang pemerintahan daerah.

(Baca: MK Minta Maaf soal Kabar Penangkapan Kasus Suap Hakim Konstitusi)

Setelah itu, Patrialis menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (2004-2009) dengan menjadi anggota Komisi III yang membawahi bidang hukum.

Selepas dari DPR, Patrialis dipercaya sebagai Menteri Hukum dan HAM pada Kabinet Indonesia Bersatu II, sebagai representasi PAN yang mendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kala itu.

Merantau

Jauh sebelum menjadi “orang”, Patrialis yang berasal dari Padang, Sumatera Barat ini bercita-cita sebagai penegak hukum. Untuk mencapai cita-citanya itu, Patrialis pun merantau ke Jakarta untuk menempuh pendidikan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Atas bantuan kakak perempuannya, Syarlinawati, Patrialis terbang ke Jakarta dengan membawa surat keterangan bahwa ia adalah seorang anak veteran.

Dengan surat tersebut, Patrialis berharap dapat memperoleh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia kelas ekstensi.

Akan tetapi, kenyataan berkata lain. Sesampainya ia ke ruang tata usaha, seorang pegawai yang menerima surat keterangan tersebut justru membuangnya ke tempat sampah.

(Baca: Selain Hakim MK, KPK Amankan 10 Orang dalam OTT)

“Saat itu, sebagai seorang pemuda, saya merasa heran dan merasa sedih. Hal itu terjadi pada tahun 1977. Saya anak dari kampung dan baru datang ke Jakarta, lalu mendapat perlakuan seperti itu, namun saya tidak berputus asa,” papar Patrialis seperti dikutip dalam situs resmi Mahkamah Konstitusi.

Setelah ditolak UI, atas saran dari kakaknya, Patrialis pun mendaftar di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Ia lalu diterima.

Kesempatan demi kesempatan untuk mengembangkan diri didapat Patrialis di sana. Di kampus itu, Patrialis mendapat kesempatan untuk menjadi pengajar. 

“Saya langsung menjadi asisten dosen filsafat hukum di Ilmu Filsafat Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta. Di situlah saya menggali ilmu,” paparnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com